MALAM itu tiba-tiba Surya tergagap dan bangun dari tidurnya. Hampir setiap malam Surya memang tidak bisa tidur dengan lelap, sejak kedua orang tua angkatnya meninggal beberapa pekan yang lalu.
Masih ada rasa kebingungan, seperti layaknya anak ayam yang ditinggal induknya. Betapa tidak, saat ini ia masih harus menyelesaikan kuliahnya, sedang adiknya, Putri, juga baru duduk di bangku SMA.
Tidak mungkin dirinya dan Putri hidup hanya mengandalkan uang tabungan Pak Parno. Lama lama pasti akan habis, jika tidak ada pemasukan yang pasti.
Baca Juga: Kejujuran Membawa Nikmat 1: Rumah Tangga Baru yang Sepi
Baca Juga: Kejujuran Membawa Nikmat 2: Cemburu Itu Bunga-bunganya Cinta
Sementara saudara-saudara Pak Parno maupun Bu Dina, sudah memiliki kesibukan dan tanggung jawab sendiri, sehingga tak mungkin menjadi orang tua pengganti mereka. Terlebih lagi saudara-saudara tersebut semua tinggal di kota yang jauh.
Mereka hanya bisa memberi dorongan moral dan nasihat untuk Surya dan Putri. Dan beberapa hari setelah upacara pemakaman Pak Parno, saudara-saudara tersebut juga pulang ke rumah masing-masing, sehingga komunikasi hanya bisa dilakukan lewat telepon.
Sungguh sangat terasa sekali, sekarang suasana rumah betapa sepinya. Hingga malam ketujuh sejak kematian Pak Parno, Surya masih bisa agak terhibur dengan ramainya saudara dan tetangga yang menggelar doa bersama. Tapi setelah itu, benar-benar dirasakan Surya tanpa adanya orang tua di rumah yang cukup besar itu.
Baca Juga: Yang Diajak Nonton di Bioskop Ternyata Saudara Kembar Pacar yang Sudah Meninggal
Baca Juga: Perjalanan Pulang Menyusuri Punggung Bukit Ditemani Pocong
Ia sekarang hanya bisa memandangi wajah Pak Parno dan Bu Dina lewat foto besar yang dipajang di ruang tengah. Wajah-wajah itu seakan tersenyum kepada dirinya. Tapi Surya tak ingin hanyut dengan kesedihan yang berlebihan, sehingga tak pernah berlama-lama memandangi foto kedua orang tuanya.
Segera dilangkahkan kakinya ke ruang belakang untuk mengambil air wudlu. Setiap malam ia bersama Putri selalu menyempatkan diri untuk menjalankan Salat Tahajud. Dengan cara itu, maka Surya bisa merasa lebih kuat menghadapi kenyataan. Kecemasan yang sempat menghantui dirinya untuk menghadapi masa depan, pelan-pelan mulai terkikis.
Surya pun bangga dengan Putri, yang ternyata juga melakukan hal yang sama atas inisiatif sendiri. Setiap kali ia bangun hendak menjalankan salat, pasti Putri sudah ada lebih dulu di ruang salat. Dengan khusuk ia panjatkan doa untuk kedua orang tuanya, sehingga yang dirasakannya orang-orang yang sangat dikasihi itu sudah sekarang sudah tenang dan bahagia.
Baca Juga: Kejujuran Membawa Nikmat 3: Pertimbangan Mengadopsi Anak untuk Pancingan
Baca Juga: Kejujuran Membawa Nikmat 4: Mengadopsi Anak Saudara yang Kesulitan Ekonomi