HARIAN MERAPI - Bagian terakhir atau ketiga cerita hidayah kepala rumah tangga yang abai, sudah terlambat semua tinggal sebuah penyesalan.
Hari menjelang pagi, di luar hujan rintik-rintik. Sementara di sebuah ruangan yang tak begitu luas, beberapa orang masih asyik bermain kartu.
Mereka tak menghiraukan udara dingin yang terasa hingga ke tulang. Ada sisa-sisa makanan kecil di samping mereka, selain botol-botol berbau alkohol.
Baca Juga: Cerita hidayah kepala rumah tangga yang abai 1, senang bermain judi sampai melupakan tugas di kantor
Di antara beberapa orang itu, salah satunya adalah Karni. Seperti biasanya, mereka baru akan bubar setelah hari menjelang pagi. Bahkan jika hari libur, kesenangan mereka berlanjut hingga siang atau bahkan hari berikutnya tanpa henti.
Sesekali di antara mereka terdengar suara canda ria, juga diseling dengan ucapan kotor dan sumpah serapah. Tiba-tiba mereka dikagetkan oleh suara gedoran di pintu depan.
Sontak orang-orang yang ada di dalam berhamburan mencoba untuk kabur, karena takut disangka ada penggerebegan oleh pihak yang berwajib.
"Pak Karni...Pak Karni...tolong Pak ada kabar penting," terdengar suara teriakan memanggil nama Karni dari luar.
Baca Juga: Cerita hidayah kepala rumah tangga yang abai 2, ayah sampai tidak tahu perkembangan anak
Karni pun ragu dan mengurungkan niatnya untuk melompat dari jendela. Perlahan dia menuju ke arah pintu dan masih dengan perasaan gamang, tangannya yang gemetar membuka kunci.
Seiring dengan masuknya angin malam yang sangat dingin, mata Karni tertumbuk pada para tetangga dan tokoh masyarakat yang berdiri di depannya.
"Pak Karni, ayo cepat kita ke rumah sakit," dengan serta merta seseorang menyeret tangan Karni dibawa ke sebuah mobil, yang lantas melaju kencang menuju rumah sakit.
"Ada apa ini, Pak," tanya Karni saat di dalam mobil.
"Pak Karni, mohon tabah ya... anak Pak Karni mengalami musibah," jawab seorang bapak.