MENIKAH dengan gadis idaman, membuat Parno (bukan nama sebenarnya) merasakan kebahagiaan sempurna. Dina (bukan nama sebenarnya) yang sudah dipacarinya selama tujuh tahun sejak mereka sama-sama duduk di bangku sebuah SMA negeri, kini resmi menjadi istrinya.
Cita-cita membangun sebuah rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah sudah dicanangkan sejak awal, sehingga segala aral melintang berhasil dilalui.
Persiapan yang sangat terencana membuat Parno tak merasa kesulitan dalam hal ekonomi. Bahkan seluruh biaya perkawinan ditanggungnya sendiri, lantaran dirinya sudah bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Rumah lengkap beserta isinya juga sudah tersedia, sehingga hampir tak ada masalah sama sekali rumah tangga yang baru mereka bina.
Satu tahun rumah tangga itu berjalan dengan lancar tanpa suatu apapun. Parno dibuk bekerja di kantor, sementara Dina yang sebenarnya memiliki gelar sarjana lebih memilih tinggal di rumah untuk mengurus suami.
Baca Juga: Duel Tuyul Lawan Tuyul 1: Penghasilan Berkurang Jauh Sejak Masa Pandemi
Dua tahun berjalan, rumah tangga muda itu masih berlangsung adem ayem. Tapi Parno mulai merasakan ada satu hal yang kurang. Yakni, hadirnya suara tangis bayi di dalam rumah yang cukup besar itu. Meski begitu, Parno maupun Dina mencoba untuk tak begitu menghiraukan. Mereka masih merasakan kebahagiaan sebagai pasangan baru, sehingga dinikmati saja apa yang sudah ada.
Memasuki tahun ketiga, Dina mulai dihinggapi dengan rasa kesepian. Ada rasa jenuh di hatinya, menghadapi rutinitas sehari-hari yang hanya monoton. Pada saat-saat kesepian di rumah, membuat pikirannya tidak tenteram.
Memang, apapun permintaan barang bisa dipenuhi Parno, tapi hal itu tak mampu menutupi rasa kesepiannya. Saat-saat tertentu, Dina hanya bisa mengelus-elus perutnya yang tak berubah sejak masih gadis.
Baca Juga: Gantungkan Cita-cita Setinggi Langit 1: Banyak Teman Banyak Rezeki
"Mas, boleh tidak kalau Dinda bekerja? Dinda pengin ada aktivitas biar tidak jenuh," kata Dinda saat mereka tengah makan malam.
Parno tidak begitu kaget mendengar permintaan istrinya itu, karena sebenarnya sudah agak lama dirinya juga memikirkan, bagaimana memberikan kesibukan agar tidak kesepian. Apalagi niat untuk tidak bekerja usai menikah, sebenarnya juga kemauan Dina sendiri.
Dalam hal ekonomi tak ada masalah Dina bekerja atau tidak, karena gaji Parno sudah mencukupi. Karena itu, bagi Dina kalau ingin bekerja bukan disebabkan faktor ekonomi. Sekarang tinggal izin suami, boleh atau tidak.
Baca Juga: Kyai Raden Santri 1: Musala Dibangun untuk Menangkal Banjir Sungai Blongkeng
"Baik, Mas ada teman yang punya perusahaan baru. Dia bilang baru butuh banyak karyawan. Nanti Mas tanyakan bisa tidak kamu bekerja secara part time," kata Parno.
Bagi Parno, setidaknya ada aktivitas bagi Dina, tapi tidak cukup berat secara fisik. Karena sesungguhnya hanya ada satu keinginan yang belum tercapai, yakni memiliki momongan. Parno khawatir, jika istrinya bekerja terlalu berat, akan semakin menyulitkan dirinya dapat hamil. (Bersambung)