“Itulah yang lebih utama (bagimu),” daripada berbuat tidak demikian “dan lebih baik akibatnya,” lebih baik akibat kesudahannya. Dengan itu, seorang hamba selamat dari berbagai tuntutan pertanggungjawaban dan berkah pun akan turun.
Baca Juga: Hukum Menghadiri Acara Ulang Tahun dalam Islam, Apakah Boleh?
Dalam tafsir ringkas Kementerian Agama RI menuliskan:
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, jangan mengurangi takaran untuk orang atau melebihkannya untuk dirimu, dan timbanglah dengan timbangan yang benar sesuai dengan ukuran yang ditetapkan.
Itulah yang lebih utama bagimu, karena dengan demikian orang akan percaya kepadamu dan tentram dalam bermuamalah denganmu dan lebih baik akibatnya bagi kehidupan manusia pada umumnya di dunia dan bagi kehidupanmu di akhirat kelak.
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Jangan mengatakan sesuatu yang engkau tidak ketahui, jangan mengaku melihat apa yang tidak engkau lihat, jangan pula mengaku mendengar apa yang tidak engkau dengar, atau mengalami apa yang tidak engkau alami.
Baca Juga: Tata Cara Mengurus Jenazah, Inilah Makhluk Allah yang Mengajarkan pada Manusia
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, adalah amanah dari tuhanmu, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya, apakah pemiliknya menggunakan untuk kebaikan atau keburukan
Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar menyampaikan banyak peringatan tentang perniagaan dengan kejujuran di Al Quran.
Di antara yang diabadikan di Al-QUran adalah ceritera Nabi Syu'aib dengan kaumnya penduduk Madyan. Nabi Syu'aib memperingatkan pada kaum tersebut untuk jujur dalam berniaga dan tidak berbuat kecurangan karena tidak menurut negeri tersebut hancur.
Dapat dibaca dalam surat "Al-Muthaffifin" atau surat ke 83, yang berarti orang-orang yang curang.
Dalam ayat lain, Allah berfirman: "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (QS. Al-Muthaffifin: 1-3)
Tegas di sini bahwa Islam menghendaki majunya perekonomian dan perniagaan, namun harus dicapai dengan etika yakni kejujuran. Dan kejujuran itu mestilah timbul dari iman. *