Warisan Ibu Shalihah: Rezeki yang Datang dari Birrul Walidain

photo author
- Sabtu, 8 November 2025 | 20:35 WIB
Jamaah NgaSSo (Ngaji Sabtu Sore) di Alamo Homestay Nitiprayan, Kasihan, Bantul, Sabtu (8/11/2025).  (Foto: Dok. Istimewa)
Jamaah NgaSSo (Ngaji Sabtu Sore) di Alamo Homestay Nitiprayan, Kasihan, Bantul, Sabtu (8/11/2025). (Foto: Dok. Istimewa)

HARIAN MERAPI - NgaSSo (Ngaji Sabtu Sore) di Alamo Homestay Nitiprayan, Kasihan, Bantul, Sabtu (8/11/2025), membahas kisah sapi dalam Surat Al-Baqarah ayat 67-73, sebagaimana diterangkan oleh K.H. Bisri Mustofa dalam Tafsir Al-Ibriz.

Pengajian NgaSSo kembali diisi Ustadz Eko Priyatno dan dipandu serta diinisiasi oleh Widodo Brontowiyono. Di bawah rintikan gerimis, jamaah duduk melingkar di rumah limasan, ditemani teh hangat dan jajan pasar produk dari tetangga.

Ustadz Eko Priyatno mengawali kisah tersebut bermula dari suatu kasus pembunuhan di tengah kaum Bani Israil pada zaman Nabi Musa. Mereka meminta Nabi Musa memohon petunjuk Allah untuk menemukan pelakunya. Allah memerintahkan agar mereka menyembelih seekor sapi.

Baca Juga: Refleksi NgaSSo: dari Anak Sapi Emas ke Dewa Uang

Namun perintah sederhana itu justru menjadi rumit karena mereka banyak berdebat, bertanya, dan menunda. Akibatnya, syarat sapi itu makin spesifik: tidak muda dan tidak tua, berwarna kuning cerah, tidak cacat, dan belum pernah digunakan bekerja. Sapi dengan kriteria ini sangat sulit ditemukan.

Ternyata sapi itu adalah milik seorang pemuda shalih, anak dari seorang ibu shalihah. Sang ibu dahulu berwasiat: “Nak, lepaskan sapi ini ke hutan. Aku titipkan kepada Allah. Jika kelak engkau memerlukannya, panggillah ia dengan menyebut nama Allah dan namaku.” Sang anak mematuhi wasiat itu, merawat hatinya, menjaga ibunya, dan hidup dalam ketaatan.

Ketika Bani Israil mencari sapi tersebut, pemuda itu memanggilnya sesuai pesan sang ibu. Sapi itu keluar dari hutan, jinak, dan bersih. Karena tidak ada sapi lain yang cocok, mereka harus membelinya dengan harga yang sangat mahal: emas seberat kulit sapi itu sendiri. Rezeki itu datang bukan dari kecerdasan dagang, tetapi dari birrul walidain — bakti kepada orang tua.

Baca Juga: Birrul walidain menurut hadits Nabi

Dalam pengajian tersebut, Ustadz Eko menjelaskan bahwa keberkahan sering muncul dari hal-hal kecil yang dilakukan dengan tulus: menghormati orang tua, menjaga amanah keluarga, dan menjadikan Allah tempat bergantung.

Widodo Brontowiyono kemudian mengaitkannya dengan kondisi masyarakat modern.
Kita hidup dalam era digital, ketika perhatian mudah terseret oleh layar. Orang tua sibuk dengan gawai, anak-anak larut dalam dunia virtual. Di banyak rumah, komunikasi semakin berkurang, sementara godaan hedonisme, pamer gaya hidup, dan kehilangan adab semakin nyata.

Baca Juga: Muhammadiyah tetap menjalankan fungsinya sebagai organisasi dakwah dan mengawal kebijakan pemerintah secara kritis

"Di tengah keadaan seperti ini, semakin sulit menemukan keteladanan hubungan ibu-anak seperti dalam kisah tersebut, hubungan yang ditandai oleh kelembutan, saling percaya, dan doa yang saling menguatkan," ungkap Widodo.

Pengajian ditutup dengan pesan yang mendorong perenungan: Kita mungkin tidak mampu mengubah zaman, tetapi kita selalu dapat memilih menjadi keluarga yang dekat dengan Allah. Apa pun yang dititipkan kepada-Nya — kasih sayang, pendidikan anak, dan doa — tidak akan pernah sia-sia. Seperti sapi itu, yang kembali pada saat yang tepat, membawa keberkahan yang melimpah. *

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Refleksi NgaSSo: dari Anak Sapi Emas ke Dewa Uang

Minggu, 19 Oktober 2025 | 06:52 WIB

Adam Turun ke Bumi, Hukuman atau Rahmat?

Sabtu, 27 September 2025 | 19:35 WIB

Kenapa Sulit Khusyuk dalam Shalat?

Sabtu, 13 September 2025 | 19:05 WIB

Bulan Muharam bulan istimewa bagi umat islam

Rabu, 25 Juni 2025 | 06:56 WIB
X