KESEDIHAN Yani ternyata menjadi kebahagiaan Darti. Setelah Bu Warjo meninggal akan memudahkan jalan menuju bagian dari rencana panjangnya.
Tanpa sang ibu, Yani pasti akan rapuh hatinya. Meski begitu, ia tetap menunjukkan bela sungkawanya pada keluarga Yani. Darti ingin dirinya terlihat baik di mata Pak Warjo.
Satu hal lagi yang membuat Darti makin bahagia, sebentar lagi dirinya akan melahirkan. Kehadiran seorang anak tentu akan membuat Purbo semakin dekat dengan dirinya. Sementara sejauh ini ia tak mendengar kabar, bahwa Yani sudah mengandung.
Baca Juga: Mensyukuri Nikmat 1: Suka Berdandan dan Berganti-ganti Pacar
Sesekali Darti sengaja menunjukkan kondisi perutnya yang membesar pada Yani dan pak Warjo, dengan berkunjung ke rumah mereka. Tak ada yang bisa dilakukan oleh Pak Warjo dengan kelakuan Darti itu, kecuali dengan memendam perasaan yang amat pedih. Tentu ia tak bisa menolak kehadiran Darti karena kenyataannya ia merupakan istri Purbo.
Hati Pak Warjo makin pedih, saat melihat putrinya terlihat murung. Pasti Yani juga memendam rasa seperti dirinya pula.
"Yani, apakah belum ada tanda-tanda kamu hamil?" tanya Pak Warjo suatu malam.
Yani hanya menggelengkan kepalanya. Dalam hati Yani juga bertanya pada dirinya, apakah bisa hamil atau tidak karena pernikahan sudah beberapa bulan tidak ada tanda-tandanya ia telat bulan.
Baca Juga: Mensyukuri Nikmat 2: Mencari Istri dengan Pertimbangan Harta
"Kamu yang sabar saja. Suatu saat atas izin Allah pasti kamu akan punya anak juga," kata Pak Warjo, yang lantas masuk ke kamarnya.
Esok harinya Yani bangun dan mengerjakan hal-hal seperti biasanya. Namun ia heran, ayahnya yang biasanya rajin usai mengerjakan salat Subuh di masjid, kali ini belum terlihat. Pintu kamar juga masih tertutup rapat. Pelan-pelan dibukanya pintu sambil memanggil ayahnya.
Tak ada suara sahutan dari dalam kamar. Kemdian diintinya, terlihat sang ayah masih terbaring di tempat tidur.
Baca Juga: Mensyukuri Nikmat 3: Baik Buruk Selalu Jadi Gunjingan
"Pak, Bapak..." kata Yani, namun Pak Warjo tetap terdiam. Pelan-pelan didekatinya sang ayah. Yani merasakan keanehan terlihat.
Ayahnya hanya terdiam kaku. Seketika Yani menyadari kondisi ayahnya dan spontan ia menjerit histeris. Tangan ayahnya sudah terasa dingin dan Yani pun tahu bahwa sang ayah telah tiada.
Yani menjerit-njerit sekerasnya seperti orang kesurupan, dan setelah itu terdiam jatuh terkulai karena pingsan. (Bersambung)