HARIAN MERAPI – Sanggar seni budaya, sastra/jurnalistik dan fotografi bernama Bengkel Karakter Gancahan mempunyai basecamp di Gancahan VI Sidomulyo Godean Sleman.
Beberapa kegiatan telah dilaksanakan Bengkel Karakter Gancanan yang mayoritas anggotanya para remaja. Salah satunya pentas Rampak Kemuning Gancahan di pinggir timur Embung Gagak Suro Gancahan VII, baru-baru ini.
Anggota maupun pengurus Bengkel Karakter Gancahan yang berasal dari Gancahan V sampai VIII ikut terlibat dalam pementasan Rampak Kemuning Gancahan tersebut. Jumlah pemain/penari ada 21 orang.
Baca Juga: Berawal dari Silaturahmi di Rumah Azwar AN, Teater Reriungan Sukses Pentas ‘Mlungsungi’
Menurut Ketua Bengkel Karakter Gancahan, Siti Maghfirotin Na’im, Rampak Kemuning Gancahan adalah sebuah karya cipta seni budaya yang menggabungkan unsur gerak, tari, teater, drama, puisi, sastra dan musik.
“Sebagai penulis naskah dan narasi, Wahjudi Djaja dan sutradaranya Jujuk Prabowo. Sedangkan koordinator musik diampu, Denny Dumbo dan Jeco,” ungkap Siti.
Mahasiswa Fakultas Filsafat UGM ini pun menjelaskan, pementasan Rampak Kemuning Gancahan terinspirasi kisah sejarah yang pernah terjadi di Gancahan. Kisah ini sarat muatan moral dan kejuangan, yakni saat perang Pangeran Diponegoro (1925-1930) melawan tentara Belanda.
Baca Juga: Pejabat di Kota Yogyakarta Main Ketoprak Nara Praja 'Slangkrah', Kampanyekan Zero Sampah Anorganik
Wahjudi menambahkan, salah satu kancah peperangan, yaitu di tepi kali Gagak Suro (dalam perkembangannya ada yang dibangun Embung Gagak Suro). Belanda menyerang Gancahan, sebab menjadi tempat kedudukan sebagian prajurit Pangeran Diponegoro.
“Prajurit Pangeran Diponegoro, satu di antaranya adalah Rangga Gancahan yang penuh kesadaran diri membantu kebutuhan perang Pangeran Diponegoro selama menghadapi tentara Belanda di kawasan Godean,” terangnya.
Dengan dibantu warga/rakyat di Gancahan dan sekitarnya, Rangga Gancahan menjadi tulang punggung sekaligus perisai bagi Pangeran Diponegoro dan prajurit lainnya.
Selain itu dikisahkan pula, salah satu panglima sekaligus menantu Pangeran Diponegoro, Basha Abdul Kamil terkepung tentara Belanda, terkena peluru di dadanya dan gugur di pangkuan Pangeran Diponegoro.
Baca Juga: Akhir Lusono pelestari seni dan sastra Jawa mantap berhikmat di Muhammadiyah
Masih menurut Wahjudi, kisah yang mengandung banyak hikmah tersebut bisa dijadikan teladan sekaligus penentu kebijakan arah. Bahkan, bagaikan bunga kemuning yang senantiasa memancarkan keharuman.
“Akankah semua itu kita lupakan, atau kita bangkitkan sebagai pelajaran? Untuk itulah kami pentaskan atau pergelarkan, Rampak Kemuning Gancahan,” paparnya.
Artikel Terkait
Teater WN Tampilkan Monolog dan Opera Potret Pelangi Cinta
Gunawan Maryanto Berpulang, Teater Garasi Berduka
Peringatan 7 Hari Meninggalnya 'Cindhil' Gunawan Maryanto, Teater Garasi Mengenang Karya Mendiang
Teater Belang Siapkan Pementasan dengan Lakon 'Komplikasi: Kagol Nesu Getun'
Teater Wanita Ngunandhika Gelar Pemutaran Film Kerudung Truntum Sang Dalang dan Konser Musik
Teater Iwanami Hall di Tokyo Segera Tutup Setelah Beroperasi Setengah Abad
Teater Sedhut Senut gandeng keyboardist Shaggydog meriahkan Bicrafest 2022 di The Ratan Sewon Bantul
Tokoh teater Nano Riantiarno wafat, dunia seni Indonesia berduka