harianmerapi.com - Tepa salira saat ini menjadi sesuatu yang patut dipertanyakan kehadirannya dalam era digital yang marak dengan berbagai ujaran kebencian, hoaks betebaran di media sosial (sosmed) melalui piranti telepon genggam.
Kecanggihan alat teknologi saat ini seperti semakin menjauhkan perilaku luhur sebagai mana yang diwariskan para leluhur terdahulu dengan nilai-nilai budi pekerti luhur.
Demikian diungkapkan Ketua Jaringan Masyarakat Budaya Nusantara (JMBN) Ki Prio Mustiko dalam sambutan pembukaan Festival Godhong Opo-opo dengan mengusung tema "Menghidupkan Budaya Tepa Salira dalam Era Digital", di Pendapa D'Luweh Kotagede Yogyakarta, Selasa (28/6/2022) malam.
Baca Juga: Pemain Asing Baru PSS Sleman Mychell Chagas Diharapkan Pertajam Lini Depan di Liga 1
Lebih lanjut menurut Ki Prio Mustiko, jika mengingat zaman masyarakat tradisonal masih demikian menjunjung tinggi nilai-nilai keharmonisan hubungan manusia dengan alam, sesama manusia dan juga kepada Tuhannya.
Berbagai aktivitas fisik seperti gotong royong, sambatan guyub rukun hingga saling asah, asih dan asuh secara alamiah tenggang rasa dan tepa salira masih sedemikian kental berjalan.
"Tetapi di era sekarang ini, melalui sarana komunikasi yang semakin canggih justru kita dihadapkan pada pesoalan yang jauh dari nilai-nilai tepa salira itu," ucapnya.
Baca Juga: Waspada bagi Kaum Wanita: Rok Tersangkut Rantai, Warga Kota Jogja Tewas Terpelanting dari Motor
Dalam acara yang menjadi agenda rutin Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta ini menghadirkan sejumlah pembicara seperti Budayawan dan Novelis Mustofa W. Hasyim (Muhammadiyah), Gus Aguk Irawan (NU) dan Ki Hajar Pamadhi (Pendidik dan Budayawan Tamansiswa).
Acara juga dimeriahkan dengan penampilan Paguyuban Seni Macapatan Mahkota Kotagede yang semua anggotanya lansia.
Dalam paparan yang berlangsung santai ini Gus Aguk Irawan semakin prihatin dengan penerapan tepa salira dalam berlehidupan di masyarakat, di lingkungan kampung hingga cakupan nasional.
Baca Juga: Keberadaan YIA Berpotensi Menambah Penderita Gangguan Jiwa di Kulon Progo, Ini Sebabnya
Saat ini sebagai satu bangsa menurut Gus Aguk, nyaris kehilangan perasaan sebagai satu bangsa.
"Ini sangat memprihatinkan sekali, bahkan satu organisasi pun sudah hilang rasa tepa saliranya. Merasa lebih menang dan lebih segalanya lalu memperlakukan yang lain seolah tidak berharga," ujarnya.