Paguyuban Sidji gelar pameran META NI di Jogja Gallery

photo author
- Kamis, 10 November 2022 | 09:00 WIB
Gandung Pardiman saat menyaksikan hasil karya dalam pameran bertajuk META NI. (Foto: Samento Sihono)
Gandung Pardiman saat menyaksikan hasil karya dalam pameran bertajuk META NI. (Foto: Samento Sihono)

HARIAN MERAPI - Pameran bertajuk META NI dilaksanakan di Jogja Gallery Pekapalan Alun-alun Utara Yogyakarta pada 8-18 November 2022. Pameran ini terselenggara dari para seniman yang tergabung dalam Paguyuban Sidji.

Paguyuban Sidji sendiri merupakan singkatan dari seniman pinggiran dari Imogiri, Dlingo dan Jetis, Bantul sisi timur. Pada pameran kali ini, Paguyuban Sidji menampilkan 58 karya lukisan, dari 26 seniman yang berpartisipasi.

Berdasarkan Sejarah Singkat Paguyuban Sidji tulisan Muhammad Fikri Muas, komunitas ini terbentuk pada awal tahun 1999.

Baca Juga: Bimsalabim, Satlantas Polresta Yogyakarta buka layanan bimbingan belajar gratis ujian SIM

Dimulai berkumpulnya beberapa seniman di Imogiri, mereka yaitu Suraji, Supangadi, Sri Harso, Sumardi, Sadarisman, Pencusanto, Dwi Haryanta, Sutrisno dan kawan-kawan.

Ketua Penyelenggara Pameran Sepa Darsono mengatakan paguyuban Sidji adalah kelompok kesenian. Kendati demikian keseharian seniman ini banyak dari anggota tidak hanya menggantungkan hidup dari kesenian saja.

"Ada yang berprofesi sebagai guru, toko kelontong, penjual tanaman, penjual pisau, petani bahkan debt collector," kata Sepa, di sela-sela pembukaan pameran, Rabu (9/11).

Baca Juga: Ferrari Michael Schumacher terjual Rp 200 miliar di rumah lelang Sotheby's

Menurutnya, anggota Paguyuban Sidji berjumlah 41 orang, yang sampai tahun 2021 telah mengadakan sekitar sebelas kali pameran. Anggota paguyuban ini juga mengalami regenerasi atau berkelanjutan.

"Anggota komunitas juga beragam dari segi umur, ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kemampuan dan posisi karir berkesenian. Di sinilah asal kami menemukan Metani dan metaverse sebagai tema pameran ini," katanya.

Metani dalam bahasa Jawa berarti cari kutu atau lingsa (telur kutu), menjadi kata yang mewakili kegiatan aktif yaitu mencari kutu. Sedangkan petani atau lebih sering diucapkan Metani bermakna pasif yaitu dicari kutunya.

Baca Juga: Parasut gagal mengembang, prajurit TNI AU alami patah tulang setelah jatuh dari ketinggian 1.600 kaki

Lanjut Sepa, dahulu mencari kutu ini merupakan kebiasaan dilakukan ibu-ibu di sela pekerjaan. Karena mencari kutu (metani) dilakukan sendiri, sehingga merupakan bentuk kegiatan dalam lingkup komunal.

"Pada saat mencari kutu inilah terjadi perbincangan astar kaum perempuan. Menjadi kesempatan untuk saling bercanda, bertukar kabar berita, gosip bahkan juga pengetahuan," ucapnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Panen Sastra Diisi Diskusi dan Bedah Buku Sastra

Rabu, 15 Oktober 2025 | 08:30 WIB
X