Dipajang di kafe, rumah makan, rumah seni publik atau sanggar seni. Tentu, agar ada aspek edukasi atau penyadaran bahwa menggambar itu mudah dan murah.
Siapa pun bisa menggambar. Dan terbuka peluang untuk pengembangannya sebagai bentuk ekonomi kreatif.
Dengan modal pensil, bolpoint, pensil warna, ataupun crayon, dengan corat-coret terarah, terstruktur dan massif, jadilah karya ekspensif.
Baca Juga: Terminal Dhaksinarga Wonosari Gunungkidul Berangkatkan Lebih dari 8.300 Penumpang Arus Balik
Kalau ingin bukti, cobalah simak karya-karya drawing peserta pameran Quarto.
Ada karya Moelyoto (Denpasar) yang mengangkat kekayaan etnis Papua. Goresan pensil Moelyoto begitu detail. Kendati dikenal sebagai pelukis cat air yang biasa mengandalkan sapuan kuas, Moelyoto tak kehilangan detail saat menggambar dengan pensil.
Lalu ada Wasis Soebroto (Jogja) dengan khasanah budaya Jawa. Sketsa kehidupan kraton digambarnya dengan sangat baik. Bisa dilihat pada gambar "Abdi Dalem dan Penjual Ndog Abang".
Atau Teguh Prihadi (Solo) yang mengulik berbagai fenomena sosial: dunia pertanian (Pasca Panen, Untuk Esok Hari), pasar (Dol Tinuku, Klitikan, Jenang Sumsum), maupun hidup keseharian (Saat Rehat dan Semua untuk Dia).
Baca Juga: Waspada Wabah PMK, Ciri-cirinya dari Sariawan Hingga Demam
Yang mengambil dunia wayang dalam karyanya juga ada. Misalnya Petrus Agus Herjaka, Tales Ireng (Jogja) dan Jabrang (Solo). Kendati bermodal khasanah wayang, hasil citraan drawing mereka sangat berbeda.
Ada pula yang menggambar wajah tokoh-tokoh --pahlawan masa lalu maupun tokoh publik kekinian.
Seperti Fahru Rozi (Bantul) yang menampilkan gambar Buya Syafii Maarif, Dien Syamsuddin, dan Bondan Nusantara.
Atau Agus Klowor dengan wajah-wajah Pangeran Diponegoro, Jenderal Soedirman, HB IX, Bung Karno, Gus Dur dan lainnya. Keduanya menggunakan pensil hitam putih dengan hasil karya berbeda tapi tetap memikat dengan kekhasan goresannya.
Baca Juga: Potret Marilyn Monroe Karya Andy Warhol Dilelang Rp 2,8 Triliun, Termahal di Abad ke-20
Bisa dinikmati pula karya bercorak lanskap arsitektural (Sarjiyanto Sekar, Tangerang dan Safei Wonosobo), impresif (HerJo, Yoset Wibowo) simbolik (Erwan Widyarto, Jogja), vignet-dekoratif (Alex Pra, Christina, Didit Jendhit, Sembrani, Triwiyono) dan lainnya. *