HARIAN MERAPI - Masjid tua bercorak Jawa di Wonokromo Bantul pada awalnya dibangun oleh kiai sakti zaman Sultan HB I.
Jauh sebelum berdiri masjid tua bercorak Jawa di Wonokromo Bantul, ada seorang kiai sakti yang menjadi guru agama Sultan HB I.
Guru agama atau spiritual Sultan HB I tersebut adalah Kiai Welit, yang kemudian mendirikan masjid tua bercorak Jawa di Wonokromo Bantul.
Baca Juga: Riwayat Masjid Tua di Wonokromo Bantul, Konon Peninggalan Kiai Sakti Guru Spiritual Sultan HB I
Saat itu, Padukuhan Wonokromo Bantul belum ada. Kiai Welit sendiri ketika itu masih tinggal di Padukuhan Ketonggo di pinggir Alas Awar-awar.
Seiring dengan waktu, banyak orang berguru agama kepada Kiai Welit. Setiap malam mereka wiridan dan berdzikir.
Pada setiap hari Rabu terakhir bulan Sapar atau Rebo Wekasan, Kiai Welit mengadakan wiridan khusus sebagai ritual tolak bala.
Baca Juga: Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta beratap tumpang tiga, punya makna tiga tingkatan kesempurnaan hidup
Kiai Welit juga membuat rajah atau doa khusus untuk tolak bala di hari Rabu Wekasan, dan dibagi-bagikan kepada seluruh warga.
Namun karena jumlah warga terus bertambah, Kiai Welit kewalahan membuatnya. Lalu, diputuskan untuk membuat rajah yang dipasang di tempuran Kali Opak dan Gajah Wong.
Warga yang menginginkan rajah tolak bala dipersilakan mengambil air di tempuran Kali Opak untuk dimasukkan ke dalam sumur masing-masing.
Baca Juga: Masjid Syuhada Ditetapkan Sebagai Masjid Agung Kota Yogyakarta
Bermula dari itu, tercipta tradisi mengambil air di Kali Opak pada setiap hari Rebo Wekasan.
Suatu ketika di hari Rebo Wekasan, Kiai Welit dan dua santri utamanya menyusuri Kali Opak dengan rakit dari gedebog pisang menuju Laut Selatan.
Setiba di muara Sungai Opak dan Laut Selatan, Kiai Welit menemukan sebuah peti. Isinya kitab ilmu karosan atau kesaktian, ilmu agama dan kekayaan.