HARIAN MERAPI - Ki Ageng Kedu alias Ki Ageng Makukuhan berangkat menuju ke wilayah Kedu diikuti Bah Beo dan Bah Gedruk yang selalu setia.
Mereka bertiga mengendarai kuda. Ketika sampai di desa Bengkal mereka beristirahat. Tiba-tiba di kejauhan tampak ada seorang pemuda berkuda yang larinya sangat cepat.
Ketika pemuda itu sampai di tempat Ki Ageng Kedu dan pengikutnya beristirahat, Bah Gedruk mencoba menghentikannya. Namun, pemuda itu tidak mempedulikan, bahkan dia memacu lari kudanya.
Baca Juga: Ki Ageng Makukuhan sosok penyebar agama Islam di kawasan Gunung Sumbing - Sindoro
Sikap pemuda itu tampak sombong dan tidak memiliki etika atau tata krama. Kuda yang dipacu itu menimbulkan debu beterbangan menerpa dahi dan muka mereka bertiga.
Melihat kejadian ini Ki Ageng Kedu tersenyum dan berniat untuk membuat malu
pemuda itu.
Dia membaca mantra, kuda yang dinaiki pemuda itu yang semula lari ke arah barat, berbalik ke arah timur di luar kendalinya. Dan kuda itu berhenti di hadapan Ki Ageng Kedu, tanpa ditarik kendalinya. Si pemuda itu merasa heran atas kejadian ini.
Dia turun dari kudanya dengan wajah kemerahan karena malu. Ki Ageng Kedu, “Kamu itu
siapa, asalmu dari mana dan ada keperluan apa? Naik kuda larinya seperti angin.”
Pemuda itu menjawab, “Nama saya Bermanti. Saya diperintah Sunan Kudus, untuk mencari santri asal dari Demak Bintara yang sedang syi’ar agama Islam di wilayah
Kedu ini.
“Bila kamu mencari santri dari Demak Bintara, ya saya inilah orangnya”, jawab
Ki Ageng Kedu.
Bermanti termangu-mangu tidak percaya mendengar jawaban itu, dan berkata,“Kalau boleh saya minta tanda bukti, kalau anda ini santri dari Demak Bintara.”
Ki Ageng Kedu membuka jubahnya dan menunjukkan timang ikat pinggang yang
dipakainya kepada Bermanti.
Timang itu ternyata tanda bukti santri dari Kesultanan Demak Bintara. Untuk beberapa lama, Bermanti melihat dan meneliti timang itu. “Kalau begitu benar, anda yang saya cari”.