Kemiskinan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2024 adalah 25,22 juta orang atau 9,03%. Kriteria masyarakat miskin adalah memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan, yaitu Rp 556.874 per kapita per bulan.
Lebih spesifik, masyarakat miskin adalah tidak memiliki tempat tinggal, kepala keluarga tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan tetap, pernah mengalami kekhawatiran tidak makan atau tidak makan sama sekali dalam setahun terakhir, luas lantai rumah kurang dari 8 m2 per orang, jenis lantai dan dinding terbuat dari bahan murah, tidak punya fasilitas MCK, serta sumber penerangan dan air minum tidak layak.
Muhammadiyah memiliki banyak piranti untuk mengentaskan mereka dari garis kemiskinan. Dengan lebih dari 100 jejaring Lazismu (Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Sedekah Muhammadiyah) di seluruh Indonesia maka akan sangat mudah merealisasikan "kemakmuran untuk semua" tersebut.
Baca Juga: Awas, dokter yang promosikan produk perawatan kulit di medsos bisa kena semprit MKEK IDI
Lazismu merupakan lembaga sosial Muhammadiyah untuk mengelola zakat, infaq, wakaf, dan dana kedermawanan lainnya.
Beberapa program yang sudah dilakukan di antaranya adalah berbagi makanan bergizi, meningkatkan kesejahteraan ekonomi, dan memberikan bantuan pangan, santunan, dan bantuan bentuk lain.
Juga memberikan bantuan modal dan pendampingan bagi UMK (Usaha Mikro dan Kecil). Dengan demikian sudah banyak yang dilakukan persyarikatan untuk pengentasan kemiskinan.
Tentu Muhammadiyah tidak bisa sendiri dalam mengentaskan kemiskinan tersebut. Sekaya apapun, menghadapi jumlah hingga 25,22 juta orang, seluruh komponen bangsa harus terlibat, dengan pemeran utama adalah pemerintah. Tapi apa yang sudah dilakukan, menunjukkan bahwa ormas keagamaan Islam ini sudah menunjukkan peran konkret.
Baca Juga: Ini yang perlu diketahui kaum pria, beda antara vasektomi dan kebiri
Media Sosial
Persoalan tak kalah penting adalah perkembangan dunia digital yang dampaknya sampai kemana-mana. Ada akibat positif dan dampak negatif. Keduanya bak dua sisi mata uang, tak bisa dipisahkan satu sama lain.
Ada satu sisi, pasti ada sisi lainnya. Meski begitu tidak mungkin membuang mata uang, agar tidak terdampak negatif, tetapi bagaimana menghadapi agar perkembangan teknologi punya nilai positif bagi kemaslahatan bersama.
Baca Juga: Jangan terkecoh, air minum kemasan tak sebabkan kemandulan, begini penjelasan dokter
Berdasarkan survei We Are Social per Januari 2024, sebanyak 49,9 persen atau sekitar 139 juta orang dari total populasi Indonesia, aktif menggunakan media sosial.