Tekan Kasus Anemia Defisiensi Besi Ibu dan Anak, IBI Dorong Peran Strategis Bidan

photo author
- Jumat, 29 November 2024 | 12:45 WIB
IBI melaksanakan lokakarya bertema 'Peluncuran Inisiatif Rekomendasi Skrining dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu dan Anak Indonesia' dalam rangka memperingati World Iron Deficiency Day di Jakarta.  (Foto: Dok. Istimewa)
IBI melaksanakan lokakarya bertema 'Peluncuran Inisiatif Rekomendasi Skrining dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu dan Anak Indonesia' dalam rangka memperingati World Iron Deficiency Day di Jakarta. (Foto: Dok. Istimewa)

Penting juga dipahami bahwa rata-rata kebutuhan total zat besi selama kehamilan adalah sekitar 1.000 mg. Adapun kebutuhan terbesar terdiri atas 300 mg yang dibutuhkan untuk janin dan 500 gram untuk menambah masa hemoglobin maternal. WHO merekomendasikan suplementasi besi selama kehamilan 30-60 mg/hari. Untuk negara dengan prevalensi >40%, suplementasi dilanjutkan hingga 3 bulan pasca salin. Bidan juga perlu melakukan konseling manfaat pemberian suplementasi besi sehingga ibu hamil patuh mengkonsumsi tablet besi sesuai anjuran.

Selain suplementasi besi, konseling sumber makanan yang mengandung zat besi juga dibutuhkan untuk mencegah anemia defisiensi besi selama hamil. Jika kebutuhan besi selama hamil tidak terpenuhi, ibu hamil berisiko anemia, preeklamsia dan perdarahan pasca salin, sedangkan janin berisiko lahir prematur, pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, dan infeksi perinatal.

Baca Juga: Catat Lur, 1.655 Tanah Kavling Rumah Subsidi Masih Tersedia di DIY

"Selain itu, ibu yang anemia dapat menyebabkan anak lahir dengan persediaan zat besi yang sangat sedikit dan berisiko mengalami anemia pada usia dini, yang dapat meningkatkan gangguan atau hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk perkembangan otak,” ujar Rima Irwinda.

Anemia Defisiensi Besi berpotensi menghambat pertumbuhan kognitif, motorik, sensorik, dan sosial anak. Jika tidak ditangani secara tepat, dampaknya dapat menjadi permanen. Hal ini dapat terjadi karena zat besi tidak hanya penting untuk membawa oksigen dalam darah, tetapi juga memiliki peran krusial dalam sistem kekebalan tubuh.

Salah satu faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan anemia defisiensi besi pada anak di Indonesia adalah kurangnya zat gizi mikro dan konsumsi makanan kaya zat besi. Faktor risiko lainnya adalah tidak ada pedoman atau peraturan untuk skrining rutin status zat besi, terutama pada anak sehingga perlu intervensi dari bidan sebagai pelayan kesehatan dasar untuk ibu dan anak. Zat besi sangat berperan dalam metabolisme energi, sistem oksidasi, perkembangan dan fungsi syaraf, koneksi sistem jaringan, dan sintesis hormon.

Baca Juga: Kurasi 480 Lebih UMKM, Harbolnas 2024 Targetkan Transaksi Rp28 Triliun

Untuk itu, pemeriksaan kadar Hb penting dilakukan mulai usia 2 tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai usia remaja. Bila ditemukan anemia, dicari penyebab dan bila perlu dirujuk. Pada anak-anak, zat besi merupakan salah satu mikronutrien penting untuk proses tumbuh kembangnya. Keseimbangan zat besi positif sekitar 1 mg asupan zat besi per hari. Karena sekitar 10% zat besi makanan diserap, 8-10 mg zat besi makanan harus dikonsumsi setiap hari.

"Selain mengupayakan skrining defisiensi besi sejak dini, nutrisi dengan fortifikasi zat besi sebagai pendamping ASI, dapat membantu memenuhi kebutuhan zat besi, sehingga mengurangi risiko anemia pada anak,” jelas Prof. DR. dr. Rini Sekartini, Sp.A (K), Dokter Anak - Ahli Tumbuh Kembang Pediatri Sosial.

Baca Juga: Penurunan harga tiket pesawat diharapkan dorong pemulihan sektor pariwisata selama Libur Nataru

Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH., selaku Expert Community Medicine dan Medical and Scientific Affairs Director Danone SN Indonesia mengatakan, anemia merupakan permasalahan yang perlu dicegah sedini mungkin.

"Kami melihat bahwa skrining anemia defisiensi besi merupakan kunci untuk mengurangi prevalensi anemia di Indonesia terutama bagi Ibu dan anak. Karenanya, skrining non-invasif berupa pemantauan asupan zat besi berbasis kuesioner dapat menjadi pilihan solusi identifikasi awal risiko anemia defisiensi besi yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk Bidan dalam fasilitas pelayanan kesehatan primer,” terangnya. *

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X