Peran MPASI dalam Mencegah Anemia Defisiensi Zat Besi pada Bayi

photo author
- Rabu, 6 Desember 2023 | 10:15 WIB
Ilustrasi pemberian MPASI pada bayi.  (Foto: Pexels/Stephen Andrews)
Ilustrasi pemberian MPASI pada bayi. (Foto: Pexels/Stephen Andrews)

HARIAN MERAPI - Anemia defisiensi besi (ADB) adalah rendahnya kadar hemoglobin akibat kekurangan zat besi di dalam tubuh. Anemia defisiensi besi pada bayi tidak terjadi secara tiba-tiba, namun didahului oleh dua tahapan sebelumnya yaitu deplesi besi (berkurangnya cadangan zat besi, namun kadar hemoglobin masih normal) dan defisiensi besi di mana kadar hemoglobin sudah menurun.

Bayi yang mengalami deplesi besi dan tidak ditangani dengan baik akan mengalami defisiensi besi. Jika kondisi defisiensi besi tidak ditangani segera, maka bayi akan mengalami ADB.

Menurut DR. Dr. Lanny Christine Gultom, SpA(K), Dokter Spesialis Anak dan Ahli Nutrisi yang saat ini menjabat sebagai Staf SMF Kesehatan Anak di RSUP Fatmawati, Anemia defisiensi besi dapat disebabkan berbagai faktor di antaranya suplai zat besi yang rendah (prematuritas, pemberian MPASI yang terlambat, diet vegetarian, gangguan menelan), peningkatan kebutuhan besi (usia bayi, berat badan lahir rendah, pertumbuhan cepat pada masa pubertas (pubertal growth spurt)).

Baca Juga: Ubi Jalar Jangan Disepelekan, Ini Segudang Manfaat untuk Dukung Kesehatan Bayi di Masa MPASI

Faktor lainnya, ujar anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) ini, adanya penurunan penyerapan besi di saluran cerna (penyakit inflammatory bowel diseases, infeksi helicobacter pylori, dsb) dan perdarahan (menstruasi yang sering dan berlebih, alergi susu sapi, dsb).

Penelitian Ringoringo pada bayi berusia 0–12 bulan di Kalimantan Selatan menemukan insidens ADB sebesar 47,4%. Insidens ADB pada penelitian ini cenderung lebih tinggi pada bayi yang lahir dari ibu dengan anemia dibandingkan ibu tanpa anemia.

Dijelaskan, zat besi juga merupakan salah satu zat gizi penting untuk perkembangan janin, bayi, dan anak, terutama ada perkembangan otak. Defisiensi zat besi mengakibatkan gangguan perkembangan psikomotor dan fungsi kognitif, khususnya fokus dan daya ingat.

Baca Juga: Agar produksi ASI lancar, dokter berbagi resep sayur katuk dan kelor, bisa langsung dicoba

"Pada saat di dalam kandungan, bayi mendapatkan asupan zat besi dari ibunya yang dapat memenuhi kebutuhan zat besi bayi sampai 4–6 bulan pertama setelah kelahirannya," ujar dr Lanny dalam keterangan tertulisnya.

Bayi yang lahir cukup bulan dan mendapat ASI eksklusif tidak memerlukan suplementasi zat besi. Ketika bayi mencapai usia 4–6 bulan, cadangan zat besi mulai habis sedangkan kebutuhan zat besi makin meningkat sehingga menyebabkan bayi lebih rentan untuk mengalami defisiensi besi. Kebutuhan zat besi pada bayi berusia 6–11 bulan yaitu 11 mg/hari dimana 97% dari kebutuhan ini harus dipenuhi dari MPASI.

Ibu dapat memberikan MPASI rumahan maupun MPASI fortifikasi komersial. Kelebihan MPASI rumahan adalah rasa yang beraneka-ragam dan biaya yang murah. Namun MPASI rumahan memiliki risiko lebih tinggi kontaminasi mikroba selama penyiapan, penyimpanan, dan proses pemberian makan, serta kejadian tersedak jika tekstur makan yang diberikan tidak sesuai usia apabila dibandingkan MPASI fortifikasi kemasan.

Baca Juga: Ini pentingnya omega 3 dan 6 bagi tumbuh kembang anak

Di Indonesia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mengawasi dengan ketat produk MPASI komersial termasuk MPASI fortifikasi. Kandungan nutrisi dalam MPASI fortifikasi tak hanya harus mengikuti peraturan BPOM RI namun juga harus sesuai dengan Codex Alimentarius yang diinisiasi oleh FAO/WHO (Food and Agriculture Organization of the United Nations/World Health Organization), serta diperkaya dengan zat gizi tertentu (besi, yodium, seng, vitamin D, dsb) untuk memastikan asupan zat gizi yang adekuat sehingga anak dapat bertumbuhkembang secara optimal.

Persyaratan kandungan nutrisi produk MPASI yang diijinkan beredar di Indonesia tercantum dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Pengawasan Pangan Olahan Untuk Keperluan Gizi Khusus. Kandungan air dalam produk MPASI bentuk bubuk tidak lebih dari 5g per 100g. Kandungan air yang rendah menyebabkan produk MPASI tidak menggunakan bahan pengawet, sehingga aman untuk dikonsumsi bayi.

Sementara itu, hambatan yang sering ditemui dalam penggunaan MPASI rumah tangga adalah kesulitan untuk menentukan kandungan nutrisi secara akurat dan daya terima anak yang mempengaruhi jumlah konsumsi karena ukuran lambung anak yang kecil. Kedua hal ini sangat menentukan kecukupan asupan zat gizi anak setiap hari.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X