Pemahaman secara lengkap dan mendetail mengenai persoalan perpajakan khususnya yang mengatur soal pajak untuk UMKM sangat diperlukan oleh masyarakat. Beberapa usaha mikro dan kecil yang cukup prospektif dilihat dari volume transaksi setiap harinya yaitu usaha percetakan, fotokopi, warung makan, toko bahan pokok, bengkel motor dan salon. Demikian juga pelaku ekonomi kreatif yang masuk dalam kriteria UMKM, yaitu di bidang arsitektur, desain interior, desain produk, fashion, TV, seni pertunjukan dan seni rupa.
Pada dasarnya, PPh final merupakan istilah atau nama lain dari PPh Pasal 4 ayat 2. Selain Pasal 4 ayat (2) ketentuan PPh final saat ini tersebar dalam beberapa pasal lain seperti Pasal 15, Pasal 17 ayat (2c), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 26, di mana setiap jenis PPh final tersebut memiliki aturan pajak tersendiri.
Baca Juga: Bisakah kekurangan sinar matahari diganti suplemen Vitamin D, ini jawaban dokter Andi Khomeini
Pembagian kriteria laba usaha oleh masyarakat pelaku UMKM adalah sebagai berikut:
1. Usaha Mikro
Usaha yang dapat dikatakan sebagai UMKM yaitu bagi usaha yang memiliki laba dari usahanya sebesar Rp 300.000.000,00 selain itu juga bagi usaha yang memiliki aset atau kekayaan bersih dengan jumlah minimal Rp 50.000.000,00.
2. Usaha Kecil
Kriteria bagi usaha kecil yaitu bagi usaha yang memiliki laba dari usahanya sebesar Rp 300.000.000,00 sampai dengan Rp 2.500.000.000,00
3. Usaha Menengah
Mengenai usaha yang merupakan usaha yang dijalankan berdasarkan dengan peraturan Undang Undang Usaha dapat dikatakan sebagai kategori usaha menengah jika memiliki laba dari usahanya sebesar Rp 2.500.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 dalam 12 bulan atau 1 tahun. Selain laba dari usahanya, yaitu dapat dilihat dari kekayaan bersih yang dimiliki yaitu sebesar Rp 500.000.000,00 dalam 12 bulan atau 1 tahun.
Baca Juga: Kanker payudara stadium 3B apakah bisa sembuh, ini jawaban Prof Zubairi Djoerban
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 berkaitan dengan pajak UKM, PPh final adalah pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. PPh final pajak UKM harus disetorkan ke bank persepsi (bank yang menerima pembayaran pajak untuk diteruskan ke kas negara) juga kantor pos setiap bulan dengan menggunakan e billing yang dibuat oleh wajib pajak melalui DJP Online.
Bagi WP Orang Pribadi UMKM yang selama ini membayar PPh dengan tarif final 0,5% sesuai PP No.23/2018, diberikan insentif berupa batasan penghasilan tidak kena pajak atas peredaran bruto hingga Rp500.000.000,00 dalam satu tahun sesuai peraturan terbaru Harmonisasi Peraturan Perpajakan terhitung penerimaan penghasilan di tahun 2022.
Baca Juga: Ratusan wisatawan yang tertahan di Karimunjawa akhirnya diangkut KM Kelimutu menuju Semarang
Permasalahan yang sering ditemui oleh pengusaha UMKM di Indonesia serta solusinya adalah sebagai berikut:
1. Modal usaha yang terbatas
Perkembangan teknologi finansial memberikan solusi baru bagi pelaku UMKM dapat mendapatkan modal tambahan.
2. Belum memiliki badan hukum yang jelas
Solusinya adalah dengan memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang diterbitkan berdasarkan domisili usaha.Keberadaan SIUP penting dimiliki oleh pelaku UMKM agar usaha yang dijalankan memiliki bukti yang sah dari pemerintah.
3. Rendahnya kesadaran bayar pajak
Kecenderungan yang saat ini terjadi adalah dari sekitar 60 juta pelaku UMKM di Indonesia,hanya 2,5% saja atau sekitar 1,5 juta pelaku UMKM yang melaporkan pajaknya. Efek buruk yang bisa menimpa pelaku UMKM adalah usaha mereka bisa mengalami gulung tikar karena modal yang ada habis dipakai untuk membayar sanksi pajak terlambat dibayarkannya.