HARIAN MERAPI - Secara bahasa, taubat bermakna kembali, artinya seseorang telah kembali kepada Allâh SWT dengan melepaskan hati dari belenggu yang membuatnya terus-menerus melakukan dosa kemudian melaksanakan semua hak Allâh Azza wa Jalla.
Sedangkan secara Syar’i, taubat adalah meninggalkan dosa karena takut pada Allâh, menganggapnya buruk, menyesali perbuatan maksiatnya,
bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, dan memperbaiki apa yang mungkin bisa diperbaiki kembali dari amal dan perbuatannya.
Baca Juga: Memahami penyebab agresivitas anak-anak dan remaja dalam pandangan teori kognitif Jean Piaget
Hakikat taubat yaitu perasaan hati yang menyesali perbuatan maksiat yang sudah terjadi/dilakukan , lalu mengarahkan hati kepada Allâh Azza wa Jalla pada sisa usianya serta menahan diri dari dosa dan maksiat.
Taubat yang diperintahkan Allâh Azza wa Jalla adalah taubat nasuha (yang tulus) yang mencakup lima syarat;
Pertama, hendaknya taubat itu dilakukan dengan ikhlas, artinya taubat yang mendorong seseorang untuk meningkatkan kecintaannya kepada Allâh Azza wa Jalla, pengagungannya terhadap Allâh, harapannya untuk pahala disertai rasa takut akan tertimpa adzab-Nya.
Ia tidak menghendaki dunia sedikitpun dan juga bukan karena ingin dekat dengan orang-orang tertentu.
Jika ini yang dia inginkan maka taubatnya tidak akan diterima. Karena ia belum bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla namun ia bertaubat demi mencapai tujuan-tujuan dunia yang dia inginkan.
Kedua, menyesali serta merasa sedih atas dosa yang pernah dilakukan, sebagai bukti penyesalan yang sesungguhnya kepada Allâh dan luluh di hadapan-Nya serta murka pada hawa nafsunya sendiri yang terus membujuknya untuk melakukan keburukan.
Taubat seperti ini adalah taubat yang benar-benar dilandasi akidah, keyakinan dan ilmu yang menjadikan seseorang kembali kepada fitrah kemanusiaannya.
Ketiga, segera berhenti dari perbuatan maksiat yang dia lakukan. Jika maksiat atau dosa itu disebabkan karena ia melakukan sesuatu yang diharamkan, maka dia langsung meninggalkan perbuatan haram tersebut seketika itu juga.
Jika dosa atau maksiat akibat meninggalkan sesuatu yang diwajibkan, maka dia bergegas untuk melakukan yang diwajibkan itu seketika itu juga.