pendidikan dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari tujuan pendidikan. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan.
Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai hamba-hamba Allah Yang Maha Rahman (‘ibadurrahman).
Baca Juga: Mensyukuri Nikmat 12: Perihnya Harus Berbagi Suami
pendidikan menurut Islam adalah membentuk seorang muslim yang mampu melaksanakan kewajibannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat, 51:56).
Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka.
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian.” (QS. Al-Anbiya’, 21:16-17).
Baca Juga: Kejujuran Membawa Nikmat 30: Hidup Berkecukupan Namun Tak Suka Bermewah-mewah
Juga dalam surat yang lain: “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”. (QS. Al-Mu’minun, 23:115).
Secara lebih rinci, QS. Al-Furqan (25) ayat 63-74 menjelaskan tentang ciri-ciri generasi ‘ibadurrahman ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan kalau disapa orang jahil, mereka mengucapkan kata-kata keselamatan (25:63), melalui malam harinya dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka (25:64).
Senantiasa berdoa agar terhindar dari azab jahanam, karena yakin jahanam sejelek-jelek tempat menetap dan kediaman (25:65-66), membelanjakan harta secara tidak berlebihan dan tidak kikir (25:67), tidak menyekutukan Allah, tidak membunuh jiwa tanpa alasan yang haq, dan tidak berzina (25:68), senantiasa bertaubat, beriman dan beramal saleh (25:70).
Baca Juga: Kesaktian Syekh Maulana 8: Dikenang Lewat Kain Batik dan Tari Simo Gringsing
Tidak memberikan persaksian palsu, menghindari hal-hal yang sia-sia (25:72), bisa mengambil hikmah dari peringatan ayat-ayat Allah (25:73), dan menjadi generasi qurrota a’yun (25:74).
Sehingga jelas bahwa tujuan pendidikan dalam Islam harus terkait dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri di dunia ini, yakni menyembah kepada Allah dengan segala aspeknya ibadahnya (ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah), baik yang berhubungan dengan Allah (hablum minallah), sesama manusia (hablum minan naas), maupun dengan lingkungannya (hablum minal ‘alam).
Mereka adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Rahman (‘ibadurrahman) yang senantiasa menyeimbangkan masalah-masalah ukhrawi (akhirat) maupun masalah dunia (ilmu dunia).
Artikel Terkait
Menjadi Pribadi yang Sabar di Era Pandemi Covid-19
Pentingnya Membangun Kesetiakawanan Sosial dalam Kehidupan Manusia
Lima Sikap yang Harus Dihindari Agar Tidak 'Uququl Walidaian atau Durhaka Kepada Kedua Orang Tua
7 Resolusi Konflik dalam Alquran, Diskusi dan Berdebat Masuk di Antaranya
Terimalah Anak Apa Adanya