SETIAP orang beriman pasti memiliki harapan untuk hidup lebih baik; harapan untuk hidup bahagia, sejahtera, dan terhormat. Mereka akan berharap bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, bisa terhindar dari penderitaan, kemiskinan dan kebodohan.
Juga berharap dapat menjadi pegawai/karyawan yang berdedikasi tinggi dan berprestasi, dapat menjadi muslim yang taqwa, selalu beramal shaleh, berakhlak mulia (akhlaq al-karimah) dan menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar.
Masih banyak lagi harapan yang semua itu menunjukkan keadaan yang lebih baik daripada situasi sekarang ini.
Baca Juga: Suami Setia 14: Kehidupan Baru Bersama Dua Istri yang Rukun, Kehadiran Anak Melengkapi Kebahagiaan
Harapan hidup yang lebih baik juga berkaitan dengan ujian Pandemi Covid-19 yang kabarnya akan menaik lagi, bagaimana memaknai situasi saat ini untuk menjadikan hidup lebih bermakna, tidak patah semangat, dan penuh keikhlasan di dalam menghadapi berbagai badai kehidupan sekarang ini.
Ujian hidup berupa Pandemi Covid-19 yang fluktuatif sebagaimana yang sedang dihadapi saat ini adalah saat yang tepat untuk menabur berbagai harapan untuk kehidupan yang lebih baik dengan menebarkan nilai-nilai kemuliaan penuh kebersamaan.
Layaknya sepetak tanah, dunia adalah tempat menanam, dan harapan itu adalah laksana benih. Karena itu, untuk dapat panen, maka kita harus mau dan mampu menabur benih. Siapapun yang semakin banyak menabur benih, maka semakin banyak ia berkesempatan untuk panen.
Siapa yang banyak menanam akan banyak mengetam, begitulah kira-kira sunatullah yang dirasakan seseorang dalam kehidupannya. Hanya persoalannya, seringkali seseorang lupa bahwa harapan itu dapat menimbulkan berbagai perilaku.
Pertama, orang yang mempunyai harapan, tetapi tidak dibarengi dengan kemauan dan kemampuan melakukan usaha untuk mewujudkan harapan itu. Akibatnya, harapan itu mendorong orang melakukan potong kompas atau jalan pintas.
Maunya cepat kaya dan terhormat, tetapi tidak mau bekerja keras. Lantas, muncullah sifat jahatnya, yaitu merampas hak milik orang lain dengan cara mencuri, korupsi dan sebagainya.
Ujian hidup saat ini merupakan waktu yang tepat untuk muhasabah diri untuk menggapai masa depan yang lebih baik.
Kedua, orang yang mempunyai harapan dan dibarengi dengan kemauan dan kemampuan melakukan usaha untuk mewujudkan harapannya itu. Perilaku yang seperti ini juga akan melahirkan dua kemungkinan, yaitu berhasil atau gagal.
Baca Juga: Kucing Bisa Tahu Orang Bau Badan dan Penjual Rujak Murah dengan Pakaian Kantoran Rapi
Dalam pandangan Islam, berhasil ataukah gagal harus tetap disyukuri. Tetapi, manusia sering lupa, ketika berhasil kemudian menjadi sombong (takabur) dan berlebih-lebihan dalam hidupnya.