Sengkarut AD ART: Yusril Vs Partai Demokrat

photo author
- Sabtu, 2 Oktober 2021 | 20:46 WIB
Dr. TM. Luthfi Yazid, S.H., LL.M (Dok.Pribadi)
Dr. TM. Luthfi Yazid, S.H., LL.M (Dok.Pribadi)


1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi;
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.


Selain Peraturan Perundang-Undangan tersebut, menurut ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011, ada Peraturan Perundang-Undangan lainnya yang diakui keberadaanya serta mempunyai kekuatan hukum mengikat dan menjadi objek JR di MA. Singkatnya, objek JR di MA hanya terbatas pada peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.


Jika merujuk pada pendapat John Austin di atas serta mengacu pada hierarki Peraturan Perundang-Undangan yang ada di Indonesia, sudah sangat jelas menyebutkan objek yang dapat di- JR. Maka, AD/ART partai politik tidak memiliki tempat untuk dijadikan objek JR. Setidaknya ada tiga aspek mengapa AD/ART bukanlah merupakan objek JR di MA yakni, eksistensi norma, relasi dan implikasinya.

Baca Juga: Hamdan Zoelva Usul Calon Pemilih Masuk TPS pada Pemilu 2024 Harus Sudah Divaksin


Aturan yang disepakati bersama dalam AD/ART itu tidak sama dengan norma hukum yang berlaku secara umum yang dikeluarkan oleh otoritas resmi (lihat kembali pendapat John Austin). Dalam konteks ini YIM gagal membedakan antara norma yang berlaku secara umum dengan kesepakatan yang memiliki keberlakuan secara khusus kepada para pembentuk dan anggotanya. AD/ART bukanlah merupakan aturan yang berlaku secara umum, tapi secara terbatas.


Para pihak yang terlibat dalam pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tidak sama dengan para pihak yang membentuk AD/ART. Dalam merumuskan pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ada peran eksekutif, legislatif dan yudikatif, sedangkan dalam pembentukan AD/ART murni diserahkan kepada para pembentuknya, sehingga hubungan antara pembentuk AD/ART diikat berdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam AD/ART tersebut.


Implikasi pemberlakuan AD/ART tidak sama dengan implikasi pemberlakuan Peraturan Perundang-Undangan atau kebijakan publik, karena implikasi AD/ART hanya mengikat para pembentuk dan anggotanya saja (sifatnya internal). Jika mau ada perubahan atau perbaikan terhadap AD/ART, maka seharusnya dilakukan secara internal oleh para pihak yang memiliki legal standing dalam partai politik itu sendiri.

Baca Juga: Putusan MK Mengenai TWK Sudah Final, Tapi Menyisakan Masalah, Simak Pandangan Hamdan Zoelva


Terkait dengan pendapat MMD, yang mengatakan apabila MA mengabulkan permohonan YIM, maka yang akan diubah hanyalah AD/ART PD yang akan berlaku bagi pengurus dan anggotanya yang akan datang. Pada bagian ini saya tidak sependapat dengan Menkopolhukam MMD, karena jika MA sampai mengabulkan permohonan JR terhadap AD/ART PD maka ini akan membuka gerbang anarkisme hukum (legal anarchism), sebab setiap orang dapat mengajukan permohonan JR terhadap AD/ART partai politik atau organisasinya sehingga kepastian hukum dinafikan.


Adalah suatu keniscayaan (taken for granted) bagi MA untuk menolak permohonan JR AD/ART PD yang tidak mempunyai dasar hukum sebagai objek uji-materi/JR. Jika pendapat MMD mau diterapkan, maka harus ada perubahan terlebih dahulu terhadap Pasal 7 dan Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011 dengan memasukkan AD/ART dalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan.


YIM dalam suatu wawancara di televisi mengatakan bahwa AD/ART merupakan quasi-regulasi. YIM juga merujuk pada UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Klaim YIM soal ini kembali saya tidak sependapat --karena sekali lagi saya pertegas-- AD/ART ini sifatnya adalah kesepakatan internal partai politik. Sedangkan yang dapat di-JR adalah regulasi yang dibuat oleh otoritas resmi untuk kepentingan umum.

Baca Juga: Febri Diansyah Semangati 57 Eks Karyawan KPK Agar Tak Menyerah, Jangan Berhenti Berantas Korupsi


Kalau kita berpegang pada nilai konsistensi (lat: consistere) dan koherensi (lat:cohairere) dalam mewujudkan kepastian hukum, sebenarnya rule of the game-nya sudah jelas ada dalam Pasal 7 dan Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011. Kalau YIM memang mau memberikan terobosan hukum, seharusnya terobosan yang memberikan solusi, bukan melahirkan permasalahan baru.


Terlebih lagi, dalam waktu dekat ini, bangsa Indonesia akan menghadapi pekerjaan yang sangat besar yaitu Pemilu serentak pada tahun 2024. Akan ada sekitar 272 kepala daerah yang akan habis masa jabatannya sebelum tahun 2024 sehingga sebagian besar daerah akan dipimpin oleh pejabat sementara. Ini persoalan serius bangsa yang harus disikapi.


Akhirnya, akan seperti apakah putusan MA atas permohonan JR AD/ART PD yang diajukan YIM? MA adalah lembaga peradilan tertinggi dan sebagai the guardian of legal certainty, yang setiap putusannya memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketahunan Yang Maha Esa”. Artinya, ia bukan hanya mengemban amanat konstitusi untuk mewujudkan “kepastian hukum yang adil”, namun juga mengandung dimensi ilahiyah di mana pertanggungjawabannya juga kepada Tuhan Yang Maha Esa. Putusan MA dalam soal ini sangat menentukan arah dan jalannya demokrasi konstitusional di negeri ini.*

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB
X