• Kedua, orang yang jiwanya itu disifati dengan sifat-sifat hatinya.
Di mana jiwanya itu menjadi sebagai hati, sehingga ia dikuasai oleh sifat mengenal Allah, kecintaan, dan akal.
Pemilik hati ini merindukan sifat-sifat kesempurnaan, sehingga jiwanya diterangi dengan cahaya hatinya, merasa tentram kepada Tuhannya, merasa sejuk dengan beribadah kepadaNya, dan kenikmatan jiwanya terletak pada kecintaan dan kedekatan-Nya.
Bagian yang didapatkan hati ini dari pendengaran batin sama atau dekat dengan bagian yang didapatkan oleh malaikat.
Pendengarannya itu merupakan makanan hati dan ruhnya.
• Ketiga, orang yang memiliki kedudukan di antara dua kedudukan.
Hatinya tetap berada di atas kesuciannya, namun apa yang terjadi didalam jiwanya dapat menggiring fitrah tersebut kepadanya.
Antara hati dan jiwa terdapat beberapa peristiwa dan kejadian.
Terkadang jiwa itu berkuasa atas hati dan terkadang hati itu berkuasa atas jiwa. Peperangan di antara keduanya terjadi dengan silih berganti kemenangan.
Bagian yang didapatkan hati ini dari pendengaran batin adalah bagian di antara dua bagian.
Apabila bertepatan dengan waktu kemenangan hati, maka bagiannya itu lebih kuat. Namun apabila bertepatan dengan waktu kemenangan jiwa, maka bagiannya itu lebih lemah.
Lantas bagaimana dengan kita. Tentu hanya kita sendiri yang bisa menilai, dimana atau hati kita berada dalam golongan hati yang mana. Demikian pula dengan hati para pemimpin di Indonesia. Hanya mereka yang tahu, di golongan hati yang mana? apakah yang pertama, kedua atau ketiga.*