PERSELISIHAN dalam rumah tangga Karman kian lama makin tak terbendung. Hal itu dipicu pula dengan kondisi usahanya yang tengah meredup. Karman pun tak kuasa meladeni keinginan Sita, yang kesannya hanya mengada-ada.
Bahkan perilaku Sita makin berani, dengan sesekali tidak pulang ke rumah tanpa memberitahu suaminya.
"Dari mana saja Ma, kok sampai tidak pulang semalam?" tanya Karman suatu pagi.
"Papa tidak perlu tahu, ini urusan Mama," jawab Sita dengan ketus.
"Bagaimana mungkin bukan urusanku, Mama itu masih istri Papa. Papa berhak tahu apa yang Mama lakukan di luar rumah."
Baca Juga: Misteri Ruang 13: Kipas Dihidupkan Mendadak Tercium Bau Aneh
Cek cok lagi dan cek cok lagi. Begitulah suasana sehari-hari rumah tangga Karman. Hingga akhirnya Sita pergi dan tak pernah pulang ke rumah lagi. Putri semata wayang mereka diajak pula, termasuk seluruh harta yang bisa dibawa diangkut semua.
Kandas sudah rumah tangga Karman untuk yang keduakalinya. Ia termenung seorang diri di ruang tamu yang berantakan. Ada rasa penyesalan yang dalam, mengapa dulu ia meninggalkan Lastri.
Isri pertama yang begitu penurut dan tidak banyak tuntutan. Istri yang benar-benar solehah. Hanya gara-gara tak kuasa menahan gejolak birahi melihat kemolekan Sita, kini Karman harus menerima segala akibatnya.
Baca Juga: Mancing Tengah Malam Ketemu Gendruwo
Tidak ada pilihan lagi bagi Karman kecuali kembali ke rumah orang tuanya. Sebenarnya ada rasa malu, ketika kakinya melangkah masuk ke pekarangan Pak Gondo.
Lelaki yang sudah menginjak usia senja itu memang kaget menerima kedatangan putranya dengan kondisi seperti itu. Namun ia mencoba tetap tenang agar Karman tidak semakin merasa terpuruk.
"Bersabarlah nak, ini adalah ujian dalam kehidupan. Kamu harus kuat, sabar dan minta ampunan pada Allah agar diberi jalan terbaik," hibur Pak Gondo.
Barangsiapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan dan menzalimi lalu beristighfar maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang-orang yang memperoleh hidayah. (HR. Al-Baihaqi).
Baca Juga: Kyai Raden Santri 1: Musala Dibangun untuk Menangkal Banjir Sungai Blongkeng
Namun rupanya kekecewaan Karman sudah sulit terobati. Apalagi dari awal keimanannya tidak terlalu kuat. Tidak ada yang bisa ia lakukan, kecuali menyesali apa yang sudah terjadi. Kondisi ini membuat fisiknya ikut terpengaruh.
Setiap hari kondisi fisiknya makin lemah dan lemah, sampai akhirnya tubuh Karman bak kerangka hidup.