harianmerapi.com - Kisah perlawanan Karaeng Galesong. Panglima Perang Mataram Tumenggung Pawira Taruna mengutus lurah prajurit Sarageni bernama Ngabei Kuntarana agar menemui Trunajaya di Sampang Madura.
Sebab sudah beberapa kali pisowanan Madura tidak mau sowan kepada Kanjeng Sultan di Mataram.
Di Sampang naluri Trunajaya sudah bisa mengira-ira kalau akan kedatangan utusan dari Mataram.
"Sampaikan salamku untuk Eyang Pawira Taruna, terima kasih atas suratnya. Namun ki sanak, aku tidak bisa memenuhi permintaan Eyang Pawira sebab sekarang aku sedang sakit."
"Jika pun Madura tidak sowan kepada Kanjeng Sultan itu juga bukan aku yang melarangnya. Mereka sendiri yang karena sesuatu atau lain hal tidak mau sowan ke Mataram,” jawab Trunajaya.
“Ya. nanti akan aku sampaikan apa adanya jawabanmu ini”.
“Mangga, silakan!”.
Sepeninggal utusan dari Mataram tadi Trunajaya berangan-angan, dia baru saja dari Demung menemui Karaeng Galesong anak menantunya itu.
Baca Juga: Perlawanan Karaeng Galesong 2: Buton Diduduki Belanda, Membawa 2000 Prajurit Menyeberang ke Jawa
Sebab ada kabar penting yang diterimanya dari Panembahan Rama.
Priyayi sepuh yang ampuh tadi kini berada di Kediri maka Trunajaya dan Karaeng Galengsong sepakat untuk menemui orangtua tersebut usai peperangan.
Sementara itu di Demung berkali-kali terdengar gelegar suara meriam yang pelurunya jatuh di daerah pertahanan Karaeng Galesong.
Tak terhitung orang-orang Karaeng Galesong yang jatuh jadi korban Panji Karonuban dan Daeng Wegeni segera menarik mundur pasukannya untuk mengurangi jumlah korban.
“Siapkan meriam kita!”, teriak Karaeng Galesong kepada Daeng Maklucing dan Daeng Marewa yang berada di sayap pasukan sebelah kanan.