harianmerapi.com - Setelah berjuang melawan sakit selama berbulan-bulan, akhirnya Pak Barjo harus menyerah. Ia menghembuskan nafas terakhir.
Kehidupan makin berat karena ayah meninggal. Bu Barjo sang istri berbalik menjadi penopang ekonomi keluarga dengan menjadi penjual jamu gendong, sementara Tinuk sang anak baru saja menyelesaikan sekolah di SMP.
Tidak banyak orang yang melayat, karena para relasi Pak Barjo di masa kejayaannya sudah putus komunikasi. Hanya warga sekitar, tetangga dekat keluarga Barjo yang turut melepas hingga ke liang lahat.
Baca Juga: Hamil Setelah Menyelamatkan Sidat Mengkilat Berwarna Perak
Usai upacara pemakaman, suasana sepi yang kini dirasakan Bu Barjo. Ada rasa kehilangan yang teramat sangat, sekalipun selama mengarungi biduk rumah tangga banyak kekecewaan dan kesedihan dialaminya.
Tapi bagaimana pun, Pak Barjo adalah ayah dari Tinuk, putri semata wayang mereka yang kini menjadi satu-satunya harapan Bu Barjo.
Berbeda dengan Tinuk, yang seolah tidak begitu menghiraukan atas kematian ayahnya. Bagi Tinuk, ada atau tidak ada Pak Barjo, seolah tidak ada bedanya.
Baca Juga: Hantu Jamu Gendong Gentayangan di Jembatan Tempat Ia Dibunuh Preman
Tak disadari Tiduk, bahwa kehidupan keluarganya semakin berat. Dan betapa kecewanya Tinuk, ketika harus menghentikan sekolahnya hanya sampai di tingkat SMP. Keadaan yang memaksa Tinuk tidak bisa melanjutkan sekolah ke SMA.
Uang tabungan Bu Barjo yang semula dimaksudkan untuk kebutuhan pendidikan Tinuk, ternyata tidak sempat terkumpul lantaran keburu habis untuk biaya pengobatan Pak Barjo.
Dan cobaan sepertinya tidak berhenti sampai di sini. Kini giliran Bu Barjo yang sakit-sakitan, sehingga jarang bisa berkeliling untuk berjualan jamu. Padahal perut harus diisi setiap hari.
Baca Juga: Lupa Ditutup Sarung Burung Kenari Mati dan Hewan Kecil yang Dijadikan Nama Dusun
"Tinuk, ibu hari ini tidak bisa berjualan jamu. Padahal itu jamu sudah siap. Tolong Tinuk gantikan ibu berjualan ya," kata Bu Barjo suatu hari pada Tinuk.
Sebenarnya Tinuk merasa keberatan melaksanakan perintah ibunya. Namun karena keadaan, dengan terpaksa Tinuk keluar rumah sambil mengendong jamu di belakangnya.
Awalnya ada rasa canggung, karena Tinuk yang sebenarnya masih usia remaja, harus melakukan hal di luar bayangannya. Berkeliling menjual jamu dari kampung ke kampung.
Baca Juga: Enam Buah Takwa yang Dinjanjikan Allah dan Rasul-nya