Baca Juga: Misteri Sosok Perempuan dalam Cermin di Rumah Tua
Kali ini giliran Berjo yang kaget. Dengan cepatnya Marjina berubah sikap. Dan tak terpikirkan sama sekali jika Marjina akan menantang dirinya seperti itu. Sakit sekali dirasakan Berjo. Meski ia tahu istrinya telah selingkuh, namun pengakuan yang tanpa tedeng aling-aling itu makin menggerus perasaan Berjo. Sebagai seorang laki-laki, ia merasa harga dirinya telah dihinakan serendah-rendahnya.
"Kok diam saja. Ayo sekarang maunya Mas apa. Mau cerai? Silakan saja, ayo besok segera kita urus," lanjut Marjina, yang membuat Berjo makin kaget.
Ada satu hal yang menggajal di benak Berjo, yakni Solehati. Ia sungguh tak merasa berkeberatan jika akhirnya harus bercerai dengan Marjina. Namun bagaimana nanti dengan putri mereka? Itulah yang membuat Berjo menjadi agak ragu-ragu.
Baca Juga: Siapa yang Main Kartu Remi Tadi Malam?
"Baiklah kalau itu sudah menjadi kemauanmu," kata Berjo pelan.
"Kenapa? Masih ragu-ragu?" tanya Marjina lagi dengan lantang.
"Aku hanya memikirkan Solehati, bagaimana perasaannya nanti jika kita jadi berpisah."
"Jangan anak dijadikan alasan. Tadi Mas sendiri yang bilang, jangan lagi ada kemunafikan di antara kita. Sekarang aku bicara terus terang, tapi Mas menjadikan anak sebagai alasan."
"Bukannya aku cari alasan. Justru aku tidak egois, karena kita juga harus memikirkan perasaan Solehati," kata Berjo.
Baca Juga: Main Hingga Sore Hari, Pulang Diantar Makhluk Mengerikan
"Banyak orang tua yang cerai, tapi nyatanya anak-anak mereka tak masalah. Justru aku minta cerai biar masa depan Solehati bisa lebih terjaminlah," ucap Masjina, yang membuat Berjo makin tersinggung.
"Memang sepertinya rumah tanggaku harus berakhir sampai di sini," pikir Berjo. (Bersambung) *