harianmerapi.com - Ibarat sudah terlanjur basah, maka Jumanto semakin berani dalam upayanya mendekati Tinuk si janda kembang bakul jamu gendong.
Sudah mantap Jumanto ingin menjadikan janda kembang itu sebagai wanita idaman lain. Hal ini juga dikarenakan adanya angin yang dibiarkan berhembus dari pihak Tinuk. Tak ayal keduanya pun makin lengket dan sulit untuk dipisahkan.
Bahkan saat sang istri, Bonikem, tengah berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan anak pertama, Jumanto justru berasyik masyuk dengan Tinuk.
Baca Juga: Wewe Gombel Ngamuk Gara-gara Dibilang Wanita Nakal
Beberapa kali HP-nya berdering hanya diabaikan saja. Beberapa jam kemudian, Jumanto menyempatkan diri membuka HP. Di sana ada pesan singkat dari istrinya yang mengabarkan bahwa dirinya sudah melahirkan seorang putra.
Barulah Jumanto tersadar, dirinya sekarang sudah menjadi seorang ayah. Dan saat anaknya itu menghirup udara untuk yang pertama kalinya mdi dunia, dirinya malah tengah bermesraan dengan perempuan lain.
Padahal sudah beberapa hari sebelumnya Bonikem mengingatkan Jumanto, agar sebagai suami senantiasa siaga menanti kelahiran anak mereka. Lebih penting lagi, Bonikem berharap suaminya bisa mengadzani agar kelak bisa menjadi anak yang soleh.
Baca Juga: Empat Sifat Wajib yang Dimiliki Nabi Sebagai Panutan Umat
Sempat ada sedikit rasa penyesalan di hati Jumanto. Kalaupun saat itu ia sedang sibuk bekerja, mungkin masih bisa dimaafkan.
Nah ini, ia malah sedang bersenang-senang dengan orang lain. Karena itu, ia segera bergegas pamit pada Tinuk untuk menuju ke rumah bidan tempat Bonikem melahirkan.
"Kenapa buru-buru Mas?" tanya Tinuk.
"Ada urusan penting soal pekerjaan," jawab Jumanto berbohong.
Baca Juga: Ki Ageng Makukuhan Alias Sunan Kedu 6: Memiliki Kesenangan Memelihara Ayam Jago Berbulu Hitam Mulus
Kebohongan yang kini sepertinya sudah menjadi kebiasaan Jumanto, baik kepada istrinya, kepada Tinuk, bahkan kepada dirinya sendiri.
Sampai di rumah bidan, Jumanto agak gamang untuk menemui istrinya, dikarenakan rasa bersalahnya. Namun ternyata Bonikem tetap menyambut suaminya dengan kelembutan.
Tidak ada sedikit pun ungkapan kejengkelan dari Bonikem, sekalipun ia tahu suaminya telah bersikap abai dalam beberapa waktu belakangan. Bahkan sampai-sampai dirinya melahirkan pun tidak ditunggui.