harianmerapi.com - Sudar dan Jiman (keduanya bukan nama sebenarnya), memiliki pekerjaan yang sama, yaitu: sebagai pengemudi becak.
Malam itu Sudar bersama empat pria lainnya sudah berkumpul di pos rondak, akan menunaikan tugas ronda kampung. Jiman yang datang belakangan, langsung membuka perbincangan.
"Kamu percaya nggak, Dar. Kemarin malam aku lihat penampakan Wewe Gombel, di atas jembatan lawas wetan Kantor Kecamatan itu. Saking terkejutnya, becakku sampai terguling," ujar Jiman dengan mimik serius.
Baca Juga: Pernikahan yang Tak Direstui 16: Cerai Hanya untuk Mengejar Kesenangan Duniawi
Mendengar ceritera itu Sudar malah tertawa terbahak-bahak. "Ha...ha...ha... Itu dongeng lawas, Man. Mbah Wiryo, selatan rumahku sudah berpuluh kali menceriterakan tentang Wewe Gombel itu," kata Sudar menyepelekan cerita Jiman.
"Memang, Wewe Gombel itu sekarang masih ada. Mangkalnya juga di ujung timur jembatan lawas itu. Dia bukan lelembut tapi wanita nakal. Kalau kamu punya duit, dia bersedia diajak ngamar," sambung Sudar masih dengan ketawa ngakak.
Daripada sakit hati, ceritanya dibantah habis-habisan, Jiman mengalah, lebih baik diam. "Ya sudah kalau nggak percaya. Semoga saja kamu tidak mengalami seperti aku, Dar," ujar Jiman.
Baca Juga: Kegigihan Nyai Subang Larang 6: Menimba Ilmu dan Tinggal di Mekah
Seminggu kemudian. Karena tidak narik di siang hari, Sudar jalan malam. Menjelang jam sebelas, seorang perempuan minta diantar ke kampung Sambilegi.
Untuk memperpendek jarak, Sudar melewati jembatan lawas timur Kantor Kecamatan. Dheg! Pikiran Sudar teringat akan cerita Jiman.
Tak urung hati kecilnya mengakui juga jika jembatan lawas itu angker. Tiba-tiba...Grobyak!
Becaknya terguling ke kiri. Roda depan sebelah kanan menggilas batu sebesar dua kepal tangan orang dewasa. Sudar terpelanting ke samping kiri. Ketika akan bangkit, dia merasa pundaknya diinjak sesosok perempuan.
Baca Juga: Misteri Pertunjukan Ekstrim, Meminjam Baju Orang Lain dari Dalam Kubur
"Kalau ngomong jangan ngawur ya. Aku ini lelembut Wewe Gombel. Bukan wanita nakal seperti yang kamu bilang seminggu lalu pada temanmu," ujar sosok perempuan itu dengan wajah marah dan dalam sekejap hilang dari pandangan Sudar.
Keesokan harinya Sudar mendatangi Jiman. Minta maaf jika dia telah membantah, tidak percaya, dan menertawakan cerita Jiman. "Ceritamu benar, Man. Wewe Gombel itu masih menghuni jembatan lawas," kata Sudar. (Seperti dikisahkan Andreas seta RD di Koran Merapi) *