Oleh: Dr. Fajri Mulya Iresha
DARURAT sampah multidimensional mungkin frasa yang tepat menggambarkan pengelolaan sampah di Yogyakarta saat ini. Bagaimana tidak. Kondisi TPST Piyungan baru-baru ini yang semakin kritis menjadi batu sandungan yang besar bagi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta terutama daerah Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, dan Bantul) dalam menyediakan akses layanan pengelolaan sampah yang baik.
Kondisi TPST yang sudah overload, ditambah lagi dengan proses perluasan lahan transisi yang kurang berjalan mulus, disertai dengan keresahan warga sekitar TPST Piyungan yang menimbulkan banyak gangguan terutama kesehatan dan kenyamanan menjadikan kombinasi sempurna semua permasalahan.
Menurut data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional KLHK, Daerah Kartamantul menghasilkan kurang lebih 1.589 ton per harinya dan tak kurang dari 600 ton per hari masuk ke TPST Piyungan. Jumlah yang besar ini akan menjadi momok yang menakutkan apabila tidak dikelola dengan baik.
Baca Juga: PKS Usulkan Kiai Kholil Bangkalan Jadi Pahlawan Nasional, Ini Alasannya
Kurangnya pendanaan, partisipasi masyarakat, intervensi teknologi, penegakan aturan pengelolaan sampah, serta bentuk kelembagaan yang tidak tepat dalam mengelola sampah menjadi masalah utama pengelolaan sampah terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Ada tiga hal utama yang harus dibenahi terlebih dahulu sebelum menambahkan intervensi teknologi dan meningkatkan peran serta masyarakat. Kita sama-sama tahu bahwa di Yogyakarta merupakan lumbung inovasi karena banyak berdiri universitas mentereng yang semakin mempertegas Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan.
Jadi bukan hal yang mustahil untuk menciptakan dan memilih opsi teknologi yang cocok untuk diterapkan. Kita juga tahu bahwa di Yogyakarta ini juga merupakan asal muasal konsep dan penerapan bank sampah di Indonesia, yang notabene merupakan program yang sangat bergantung pada partisipasi masyarakat.
Namun, hal pertama yang harus dibenahi adalah sistem retribusi dan pembiayaan untuk sektor pengelolaan sampah. Harus ada sistem yang andal yang memastikan seluruh pengguna layanan persampahan membayar iuran retribusi dengan tentunya besaran yang sesuai. Digitalisasi merupakan kunci di sini, di mana retribusi yang terkumpul bisa lebih maksimal dan tranparansi terjaga.
Baca Juga: Lima Sifat Lemah Bawaan Manusia, Salah Satunya Berkeluh Kesah Lagi Kikir
Selain itu, untuk pembiayaan teknologi dan sarana prasarana, skema KPBU bisa menjadi solusi atas rendahnya alokasi APBN dan APBD untuk sektor persampahan.
Hal kedua yang mesti dibenahi adalah penegakan aturan pengelolaan sampah. Harus ada aturan yang tegas yang bisa menimbulkan efek jera bagi orang yang buang sampah sembarangan, atau membakar sampahnya. Terlebih lagi, kewajiban dalam pemilahan sampah juga sudah harus mulai dipikirkan. Misalkan dibuat di satu area dulu sebagai pilot project.
Karena pemilahan sampah merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam pengelolaan sampah. Teknologi apapun akan menjadi lebih efisien bila terjadi pemilahan sampah, dan hampir di semua negara maju menerapkan aturan wajib memilah sampah.
Baca Juga: AHY Kunjungi Airlangga Hartarto, Silaturahim Antarpemimpin Bangun Semangat Baik untuk Bangsa