JOGJA,harianmerapi.com - Menganggur rupanya dilarang dalam Islam. Umat Muslim dilarang tidak beraktivitas. Setelah selesai satu pekerjaan, untuk segera beraktivitas yang lainnya.
Aktivitas ini baik yang menyangkut urusan dunia, terlebih akhirat. Bila urusan dunia telah selesai dikerjakan, segera melakukan aktivitas lain, dilarang berdiam diri, bermalasan, tanpa bekerja menyelesaikan sesuatu.
Ketegasan larangan menganggur ini jelas tertulis di dalam Alquran surah Alam Nashroh ayat 7 dan 8.
"Maka apabila engkau telah selesai maka (bekerjalah) hingga engkau letih dan hanya kepada Tuhanmu hedaknya engkau berharap".
M Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah, Vol 15 menafsir dua ayat di atas secara umum karena objek kata tidak disebutkan.
"Apabila objek suatu kata tidak disebutkan, maka objeknya dapat bersifat umum dan mencakup segala sesuatu yang dapat dicakup oleh kata tersebut".
Atas dasar itu, maka ayat tersebut memerintahkan melakukan kesungguhan atau menegakkan apa saja yang sedang dihadapi.
Tetapi tentunya dengan syarat dibenarkan oleh Allah SWT. Sebagaimana yang diisyaratkan oleh akhir ayat surah ini.
Diriwayatkan bahwa Sayyidinà Umar lbn al-Khaththáb ra. pernah berkata: "Saya benci melihat salah seorang dari kalian menganggur, tidak melakukan suatu pekerjaan yang menyangkut kehidupan dunianya, tidak pula kehidupan akhiratnya,".
Ayat 7 surah Alam Nasyrah ini memberi petunjuk bahwa seseorang harus selalu memiliki kesibukan.
Bila telah berakhir suatu pekerjaan, ia harus memulai lagi dengan pekerjaan yang lain. Sehingga dengan ayat ini seorang muslim tidak akan pernah menyia-nyiakan waktunya.
Dua ayat tersebut dihubungan dengan waa yang bisa diterjemahkan dan. Kata itu menghubungkan ayat 7 dan ayat 8.
Baca Juga: Kekuatan Budi Pekerti Salah Satu Kunci Utama Keberhasilan Syiar Islam
Ini berarti bahwa seseorang selalu harus menghubungkan antara 'kesungguhan berusaha' dan 'harapan serta kecenderungan hati' kepada Allah swt.
Ini dapat dinilai sejalan dengan ungkapan 'bekerja sambil berdoa' walau tentunya kedua ayat tersebut mengandung makna yang jauh lebih dalam dari ungkapan ini.
Kesungguhan berusaha harus dipahami dalam arti menggunakan tenaga, akal pikiran, pengetahuan, etika pergaulan, serta semangat yang pantang menyerah.
Kesungguhan berusaha, walaupun menuntut pelakunya untuk tidak mengandalkan orang lain, ini bukan berarti 'tidak bekerja sama dengan mereka' karena ada perbedaan antara kerja sama dan mengandalkan orang lain.
Perlu pula dipahami dan dihayati bahwa perintah untuk berusaha dan bekerja disebut terlebih dahulu (ayat 7) baru kemudian perintah untuk menggantungkan harapan kepada Allah (ayat 8).
Baca Juga: 4 Pola Pemanfaatan Lahan Terlantar di Masyarakat dalam Islam Digunakan untuk Kesejahteraan
Ini untuk menjadi pertanda bahwa usahalah yang harus diupayakan terlebih dahulu baru kemudian mencurahkan harapan kepada Allah swt.