Saat itu tentu saja Padukuhan Sodo belum ada, dan masih berupa hutan belantara. Ki Ageng Giring membukanya sebagai tempat permukiman.
Baca Juga: Kasus keracunan ciki ngebul, Kemenkes RI tak rekomendasikan pedagang keliling berjualan
Di tempat itu Ki Ageng Giring hidup dengan bercocok tanam. Menanam pohon kelapa, menderes, dan membuat nira atau gula kelapa.
Lama-kelamaan tempat itu menjadi permukiman, dan Ki Ageng Giring menjadi penggede hingga wafat.
Kedudukannya lalu diteruskan oleh putranya yang juga dijuluki sebagai Ki Ageng Giring II.
Sampai pada keturunannya yang ketiga, yaitu Ki Ageng Giring III, mulailah ada kisah tentang wahyu raja Mataram. *