Taufiq Hermawan mengatakan, kali ini pihaknya menggelar jamasan tosan aji dengan menggunakan air dan kembang setaman serta kutug.
Baca Juga: Jamasan pusaka di Bulan Suro, tiap keris sajennya berbeda, ini urutannya
Kutug adalah semacam tungku kecil untuk membakar dupa atau kemenyan dan menimbulkan asap yang membubung ke atas.
Dan, asap yang membubung ke atas itu adalah simbol permohonan kepada Yang Kuasa.
Adapun prosesi jamasan diawali dengan membasuh keris dengan air kembang setaman.
Pada prosesi pembasuhan keris itu ada makna mengembalikan keris pada asalnya.
“Sebab, keris juga dibuat dengan perantara air, sedangkan kembang yang harum merupakan harapan akan kebaikan,” kata Taufiq.
Setelah dibasuh dengan air kembang itu, keris dilap agar kering agar tidak berkarat.
Kemudian keris dikutug atau diasapi pada kutuq, termasuk warangka supaya tidak ada rengat, dan bilah keris bisa lebih kering.
Baca Juga: Jamasan pusaka jadi tradisi wajib jelang Malam 1 Suro, simak dua cara jamasan berikut ini
Prosesi jamasan keris ini, menurut Taufiq Hermawan sudah relatif mendekati pakem.
Meskipun demikian, pada tiap daerah pakem jamasan pusaka bisa berbeda-berbeda.
Selain jamasan pusaka, dalam pameran keris kalawijan di Omah Dhuwung juga diadakan prosesi warangan. Taufiq Hermawan menjelaskan, bahwa warangan dan jamasan itu berbeda.
Menurutnya, warangan adalah proses memunculkan pamor keris. Sistemnya hampir seperti jamasan, tapi dengan bahan warangan yang bisa memunculkan pamor dan menghitamkan besi keris.*