Musik Batu Warnai Perjalanan 10 Tahun Tebing Breksi

photo author
- Senin, 26 Mei 2025 | 09:00 WIB
Pementasan musik batu yang mengambil tema 'Batu Breksi Bernyanyi', Minggu (26/5), digelar untuk merayakan satu dasawarsa destinasi wisata Tebing Breksi, Sambirejo, Prambanan, Sleman pada 30 Mei 2025.  (Foto: Dok. Istimewa)
Pementasan musik batu yang mengambil tema 'Batu Breksi Bernyanyi', Minggu (26/5), digelar untuk merayakan satu dasawarsa destinasi wisata Tebing Breksi, Sambirejo, Prambanan, Sleman pada 30 Mei 2025. (Foto: Dok. Istimewa)

HARIAN MERAPI - Alunan musik batu bertalu-talu di Tebing Breksi, Minggu (25/5). Pengunjung dibuat kagum. Tak mengira batu bisa menghasilkan irama merdu.

Bukan batu biasa, musik batu menggunakan media bebatuan alam yang khusus di antaranya dari endesit Gunung Merapi, batu Palimanan Cirebon dan marmer Pacitan.

Musik batu dipersembahkan untuk memperingati satu dasawarsa Tebing Breksi. Tema 'Batu Breksi Bernyanyi' diangkat. Menggambarkan perjalanan Tebing Breksi masa lalu hingga saat ini sebagai destinasi wisata ternama di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Baca Juga: Satu Dasawarsa Tebing Breksi, Pentaskan Batu Bernyanyi hingga Wayang Kulit dengan Dalang Ki Anom Sucondro

Berkat tangan dingin seniman Memet Chairul Slamet, musik batu akhirnya dikenalkan lebih luas melalui perayaan 10 tahun Tebing Breksi. Harapannya, musik batu bisa viral. Diberpincangkan banyak orang.

Memet, komposer kontemporer dikenal sebagai seniman bersuara lantang untuk isu-isu ekologi. Bersama kelompok musik Gangsadewa dari ISI Yogyakarta menghadirkan pertunjukan 50 menit yang patut dikenang.

Pentas dibuka dengan suasana hening yang sakral, menggambarkan keasrian Tebing Breksi sebelum ulah manusia mengusiknya. Lalu, secara bertahap, musik dan narasi menggambarkan aktivitas penambangan yang rakus—tarian dan suara alat berat imajiner membelah keheningan, menandai kerusakan yang mulai terjadi.

Baca Juga: Menteri UMKM Sebut Produk Taru Martani Mahakarya dari Yogyakarta

Ketegangan memuncak saat sosok 'Dewi Peringatan' muncul. Ia bukan tokoh biasa, tetapi representasi simbolis alam yang terluka. Dengan gerak tari yang mencekam dan bebunyian batu yang dipukul dengan penuh emosi, ia menjadi penegur lirih yang nyaring bahwa jika manusia terus mengeksploitasi, kehancuran adalah konsekuensi yang pasti.

Namun, drama ini tidak berakhir dengan keputusasaan. Harapan hadir lewat kehadiran 'Dewi Kemakmuran', simbol kembalinya keseimbangan ketika manusia kembali menyatu dengan alam. Ia menari di tengah api, sebuah fire dance yang spektakuler menutup pentas, melambangkan kemurnian baru yang bisa muncul dari bara kehancuran.

Menariknya, pengelola Tebing Breksi ikut ambil bagian dari pementasan. Berjumlah 50 orang, mereka menghidupkan bebatuan yang dulunya jadi objek eksploitasi menjadi medium seni yang bernyanyi, bersuara, dan menyampaikan pesan.

Baca Juga: Piala Dunia U-17 2025: Indonesia Satu Grup dengan Brazil, Honduras, dan Zambia

Pengelola wisata Tebing Breksi di Sambirejo Prambanan, Kholiq Widiyanto mengutarakan, 50 pekerja Tebing Breksi hanya latihan lima kali sebelum pementasan 'Batu Breksi Bernyanyi'. Mereka yang sehari-hari menjadi sopir jip, buruh bangunan, pemandu wisata, hingga tukang foto harus berkolaborasi dengan semiman.

Kholiq berharap musik batu bisa menjadi event reguler di Tebing Breksi, yang mampu menjadi magnet baru bagi pengunjung.

Menurutnya, kunjungan wisatawan ke Tebing Breksi belum pulih seperti tahun 2023. Berkaca dari tahun 2024 yang merupakan tahun politik Pemilu dan Pilkada, pengunjung turun drastis dari 900 ribu menjadi 500 ribu wisatawan.

Baca Juga: SPG cantik tawarkan kambing kurban di lapak pinggir Jalan Stadion Baru Karangsari, cara unik dongkrak penjualan

Awal Tahun 2025, juga diakuinya, belum sepenuhnya pulih karena adanya dampak efisiensi anggaran dari pemerintah, serta larangan study tour dari beberapa wilayah, di antaranya Jawa Barat.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Panen Sastra Diisi Diskusi dan Bedah Buku Sastra

Rabu, 15 Oktober 2025 | 08:30 WIB
X