HARIAN MERAPI - Diduga melakukan aktifitas penmbangan ilegal di Gedangsari, Gunungkidul, Polda DIY mengamankan 14 orang sebagai saksi beserta barang bukti dua escavator dan lima unit truk.
Direskrimsus Polda DIY, Kombes Idham Mahdi SIK mengatakan, penindakan tersebut dilakukan, Senin (15/7) lalu. Peran dari 14 orang ini adalah, satu pengelola, operator ekskavator, helper, supir truk, dan warga.
"Tidak menutup kemungkinan, jumlahnya akan bertambah lagi," kata Idham, Senin (22/7/2024).
Penindakan ini dilakukan sebagai tindak lanjut imbauan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) DIY. Sebelumnya, pengelola tambang diminta segera mengurus izin tambangnya.
"Saat ini sudah masuk ke penyidikan, memeriksa saksi-saksi, nanti kita simpulkan. Kita lakukan penetapan tersangka," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPESDM DIY Anna Rina Herbranti menambahkan pihaknya mendata setidaknya ada 32 tambang ilegal di wilayah DIY. Rinciannya, di wilayah darat ada sekitar 12, di wilayah sungai ada 20.
"Kita sudah memberikan berita acara dan surat imbauan, di wilayah darat 10 wilayah sungai 14. Jenis yang ditambang ini adalah tanah uruk dan pasir batu," katanya.
Baca Juga: Sudah Sebulan Dirawat di RS Arab Saudi, Satu Jemaah Haji Asal Gunungkidul Belum Kembali
Sedangkan untuk satu titik yang telah ditindak di Gedangsari ini, tidak melengkapi izin tambang. Dengan demikian, pengelola hanya mengurus Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) sejak Oktober 2023 dan berlaku 6 bulan.
"WIUP atas nama CV Swastika Putri. WIUP Belum bisa digunakan sebagai dasar melakukan kegiatan pertambangan. Tidak diurus tapi langsung melakukan pertambangan," ucapnya.
Terhadap pengelola ini, lanjut Anna sudah diberikan surat imbauan untuk menghentikan proses penambangan pada Januari 2024. Kendati demikian, pengelola tetap ngeyel hingga akhirnya ditindak oleh Polda DIY.
"Kurang lebih 4 hektare, bukan karst, breksi. Bukan yang viral dekat rumah warga, beda lagi. Tanah uruknya dijual kemana kami nggak tahu, yang tahu yang menjual," tandasnya.
Nantinya tersangka akan dijerat Pasal 158 atau Pasal 160 ayat (2) UU No 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.