Baca Juga: Tjahjo Kumolo Pastikan Rekrutan PPPK Akan Lebih Banyak Dibanding PNS
Pergeseran dari masa reformasi ke masa saat ini adalah terjadinya perubahan paradigma pengaturan kepegawaian bahwa PNS merupakan profesi yang mempunyai peranan penting dalam mewujudkan pemerintahan bersih. Berdasarkan pembahasan tersebut maka upaya mewujudkan netralitas ASN adalah dengan melakukan amandemen terhadap UU No 5 Tahun 2014.
Aturan netralitas Aparatur Sipil Negara mengalami pergeseran sejak awal kemerdekaan sampai saat ini. Pada awal kemerdekaan, pengaturan netralitas diawali dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negeri dalam Partai Politik. Peraturan Presiden ini diterbitkan untuk menyatukan Pegawai Negeri Sipil yang terkotak-kotak akibat kebijakan politik Nasional Agama dan Komunis (Nasakom).
Selanjutnya Peraturan Presiden ini ditindaklanjuti dan diperluas dengan Surat Edaran Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1959 tentang Larangan Keanggotaan Partai Politik bagi Pejabat Negeri yang Menjalankan Kewajiban Negara di Luar Jabatan yang dipangkunya.
Baca Juga: Walikota Magelang: PNS Tak Patuh Aturan Akan Dijatuhi Sanksi
Berikutnya diterbitkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961 untuk menjamin kedudukan hukum pegawai negeri, serta untuk dijadikan dasar menyusun aparatur Negara yang berdaya guna sebagai alat revolusi nasional berdasarkan proklamasi kemerdekaan. Undang-undang ini walaupun bernama Ketentuan Pokok Kepegawaian, berlaku tidak saja pada pegawai negeri namun berlaku juga bagi anggota-anggota Angkatan Perang, Kepolisian Negara serta Pegawai-pegawai perusahaan Negara.
Tapi bagaimana implementasi peraturan tersebut ?
Dalam praktiknya, netralitas Pegawai Negeri Sipil pada masa itu tidak pernah terwujud. Pegawai Negeri Sipil terkontaminasi terhadap bermacam perbedaan ideologi yang dibawa oleh partai-partai politik, banyak kasus yang terjadi di mana partai politik yang memimpin suatu kementerian maka akan tertanam pengaruh partai dalam kementerian tersebut.
Seluruh Pegawai Negeri Sipil dalam kementerian itu dipastikan adalah pendukung partai politik itu, akibatnya Pegawai Negeri Sipil menjadi terkotak-kotak. Dengan demikian aturan netralitas Pegawai Negeri Sipil hanya pada larangan untuk menjadi anggota atau pengurus partai politik.
Pada tahun 1966 terjadi pergantian kekuasaan dari Orde lama ke Orde Baru. Pada masa Orde Baru juga diterbitkan aturan tentang netralitas Pegawai Negeri Sipil, di antaranya Permendagri Nomor 12 Tahun 1968 yang berisi kewajiban aparat pemerintah untuk loyal kepada bangsa dan negara dan dilarang menjadi anggota partai politik. Aturan ini masih sama substansinya dengan aturan pada masa awal kemerdekaan yang diteruskan dengan pemerintahan Orde Lama.
Apakah setelah itu masih diterbitkan peraturan lagi ?
Barulah pada tahun 1970, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1970 yang mengharuskan setiap Pegawai Negeri untuk masuk dalam Korps Karyawan Departemen Dalam Negeri (Kokarmendagri). Selanjutnya pada tahun 1971 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82 tahun 1971 tentang Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), dibentuklah Korpri sebagai satu-satunya wadah pembinaan bagi Pegawai Negeri Sipil di luar kedinasan. Di kemudian hari Korpri dijadikan kendaraan politik dan secara transparan berafiliasi kepada kekuatan politik tertentu.