Dr Bagus Sarnawa SH MHum: Mewujudkan Pemilu Berkualitas dan Bermartabat, Mempertaruhkan Netralitas ASN

photo author
- Jumat, 4 Februari 2022 | 05:30 WIB
Dr Bagus Sarnawa SH MHum (Dokumen Pribadi)
Dr Bagus Sarnawa SH MHum (Dokumen Pribadi)

MENJELANG Pemilu 2024 netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) banyak diperbincangkan. ASN dianggap sebagai faktor yang sangat signifkan dalam mendulang perolehan suara. ASN pun diperebutkan dalam kontestasi politik.

Sejauh mana netralitas ASN dalam konteks pemilu, akan dikupas tuntas dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dr Bagus Sarnawa SH MHum yang diwawancarai Koran Merapi berikut ini.


Disertasi Anda menyorot seputar netralitas ASN dalam konteks pemilu. Apa yang Anda maksudkan ?

Netralitas ASN adalah bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Dalam praktiknya persoalan netralitas ini sangat sulit dilaksanakan, walaupun sejak masa awal kemerdekaan, masa Orde Baru, masa Orde Reformasi dan masa saat ini sudah banyak pengaturan netralitas ASN yang diterbitkan. Pengaturan netralitas ASN pada awal kemerdekaan masih sangat sederhana yaitu hanya berisi pelarangan pegawai negeri untuk terlibat aktif dalam partai politik.

Baca Juga: Ahli Perencanaan Kota Sebut Ridwan Kamil Penuhi Syarat Jadi Kepala Ibu Kota Negara Nusantara


Pada masa awal kemerdekaan tersebut pelaksanaan netralitas PNS sulit diwujudkan sebagai akibat loyalitas ganda PNS kepada pemerintah dan partai politik. Pada masa itu antara partai politk dan PNS saling membutuhkan sehingga netralitas PNS masa itu disebut dengan netralitas mutual.


Pada masa Orde Baru, pengaturan netralitas PNS diterbitkan dalam rangka menyatukan PNS dalam satu organisasi pegawai yaitu Korpri. Korpri menjadi alat politik Golkar untuk memenangkan pemerintah Orde Baru dalam pemilihan umum. Praktik ini dikenal dengan monoloyalitas PNS. Netralitas pada masa Orde Baru dapat disebut sebagai netralitas sublasi.

Lantas apa bedanya dengan Orde Reformasi ?

Pada masa reformasi, juga diterbitkan berbagai pengaturan netralitas PNS, namun dalam praktiknya netralitas PNS juga belum dapat diwujudkan, salah satu sebab pada masa itu adalah adanya pengaturan yang memberikan kedudukan kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian, sehingga PNS menjadi bawahan atau subordinat dari pejabat politik. Dengan demikian netralitas PNS pada masa itu disebut sebagai netralitas sub ordinatif.

Baca Juga: Waduh, Warga Bantul Belum Vaksin Tidak Bisa Akses Layanan Pemerintahan?


Sedangkan pada masa ini, pengaturan netralitas ASN menjadi semakin kompleks, tidak hanya dalam pengaturan kepegawaian namun juga dalam pengaturan atau undang-undang pemilu dan pemerintah daerah.


Akan tetapi pengaturan yang berupaya untuk memisahkan kepala daerah sebagai pejabat politik dan ASN sebagai birokrasi karier tetap menimbulkan berbagai pelanggaran netralitas ASN. Pelaksanaan netralitas ASN pada saat ini dapat disebut dengan netralitas dominasi.

Namun mengapa kemudian terjadi pergeseran pengaturan netralitas PNS ?

Pergeseran pengaturan netralitas PNS dari awal kemerdekaan ke masa Orde Baru dilatarbelakangi upaya pemerintah menciptakan stabilitas politik dengan pendekatan keamanan melalui penyederhanaan parti politik serta mewujudkan netralitas PNS melalui penyatuan dalam organisasi Korpri. Sedangkan pergeseran dari masa Orde Baru ke masa Orde Reformasi disebabkan perubahan mendasar era reformasi, yaitu perubahan fungsi pembangunan dan pemerintahan dari pusat ke daerah.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X