JOGJA, harianmerapi.com - Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo Sp.OG(K) mengutarakan, masih tingginya angka stunting menjadi tantangan bagi Indonesia dalam mewujudkan pembangunan manusia yang berkualitas menuju generasi emas 2045.
Oleh sebab itulah, menurut Hasto, penyediaan layanan program Keluarga Berencana (KB) sebagai salah satu kunci strategis tidak hanya dalam upaya percepatan penurunan stunting, namun menekan angka kematian ibu dan anak.
"Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia tahun 2021 telah menurun menjadi 24,4 persen dari 37,8 persen pada tahun 2013. Namun, angka ini masih lebih tinggi dari toleransi maksimal stunting yang ditetapkan oleh WHO," kata Hasto saat melakukan kunjungan kerja pelatihan bagi pelatih pelayanan kontrasepsi bagi dokter dan bidan di fasilitas pelayanan kesehatan di RSUP Dr Sardjito Jogja, Rabu (20/7/2022).
Baca Juga: Presiden Jokowi ajak keluarga tanami pekarangan sebagai sumber pangan untuk atasi stunting
Menurt Hasto, program KB berkontribusi dalam mengatur jarak kehamilan dan pencegahan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan serta kehamilan yang berisiko akibat kehamilan.
Dengan demikian, penyediaan layanan program KB menjadi salah satu intervensi efektif dan hemat biaya dalam mengurangi beban penyakit pada kesehatan ibu dan anak yang tentu pada akhirnya juga akan mendukung penurunan prevalensi stunting melalui pencegahan lahirnya anak beresiko stunting.
"Dalam satu tahun terdapat 4,8 juta orang yang melahirkan di Indonesia. Dari jumlah itu yang mau kontrasepsi hanya 29 persen. Setelah lahir, mau hamil lagi? ndak mau. Ditanya mau kontrasepsi, ndak juga. Ini butuh edukasi pascapersalinan," imbuh Hasto.
Baca Juga: Dukung Penanggulangan Stunting, Nestlé dan BKKBN Gelar Edukasi Gizi untuk Kader Kampung KB
Program KB, lanjutnya, juga penting untuk percepatan penurunan prevalensi stunting, sebagaimana Presiden Joko Widodo telah mencanangkan target optimis menjadi 14 persen pada tahun 2024. Hal ini kemudian dikonkritkan dengan penetapan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting di bulan Agustus 2021.
Hasto memandang, percepatan penurunan stunting memerlukan strategi dan metode baru yang kolaboratif dan berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir. Saat ini BKKBN telah bergerak untuk melakukan koordinasi dan kolaborasi serta menyusun strategi yang paling efektif untuk mempercepat penurunan stunting dengan menekankan pada penajaman intervensi melalui pendampingan pra nikah, hamil dan masa interval.
Pada intervensi ini, sabmungnya, dukungan tenaga kesehatan dalam hal ini dokter dan bidan pada pelayanan KB memiliki peran yang sangat strategis. Namun intervensi ini tentu tidak akan dapat optimal jika tenaga kesehatan penyedia layanan KB yang ada tidak memiliki cukup kapasitas dan keterampilan dalam melakukan konseling serta dalam memberikan Pelayanan KB.
Baca Juga: Hasto Wardoyo Sebut 75 Persen Perceraian di Indonesia Adalah Inisiatif Istri
Oleh sebab itulah, dalam rangka mendukung program percepatan penurunan stunting, BKKBN mendukung pelatihan pelayanan kontrasepsi bagi dokter dan bidan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) tahun ini. Sekitar 1.085 bidan diharapkan dapat terlatih dengan menggunakan kurikulum pelatihan yang telah disusun Kementerian Kesehatan bersama dengan POGI, IBI dan BKKBN.
BKKBN akan memfasilitasi pelatihan bagi pelatih/TOT bagi 34 peserta dari 7 provinsi yakni Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Jawa Barat dan DIY (RSUP Dr Sardjito) yang terdibagi dalam dua angkatan, yakni angkatan I diikuti 17 peserta dari 4 provinsi yaitu Gorontalo, Maluku, Maluku Utara serta DIY yang saat ini telah dilaksanakan pada 4-22 Juli 2022. Adapun angkatan II diikuti 17 peserta dari 4 provinsi yaitu Papua, Papua Barat, Jawa Barat dan DIY pada 4 Juli sampai 5 Agustus 2022.