harianmerapi.com - Malam sudah sunyi. Tinggal suara binatang malam khas pedesaan yang terdengar. Namun tiba-tiba dari dalam kamar pengantin, terdengar suara tangis Inem.
Rupanya Inem sudah tidak tahan lagi menahan beban berat yang selama ini menggelayuti pikirannya. Ia ingin mengatakan terus teras bahwa dirinya sudah hamil.
Dihamburkannya tubunya ke bumi dan tangannya memeluk erat kaki Pono. Sambil menangis sesenggukan, kaki suaminya itu diciumi tanpa merasa risih.
Baca Juga: Horor Tinggal di Rumah Tua Zaman Belanda, Ada Sosok yang Masak Air di Dapur
Pono hanya diam saja, karena saking kagetnya melihat sikap Inem yang tidak diduganya sama sekali. Bingung, tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Bingung, apa yang harus dilakukannya.
"Maafkan aku Mas," kata-kata itu diulang-ulang Inem di tengah derai tangisnya.
Sesaat kemudian barulah Pono mengambil tindakan. Dipegangnya tubuh Inem dan dengan pelan-pelan diangkatnya untuk kemudian diajak duduk berdampingan di tepi dipan.
Baca Juga: Enam Sikap Muslim yang Harus Dilakukan Terhadap Al Quran
"Ada apa ini sebenarnya Inem?" tanya Pono.
Bukannya menjawab, tapi Inem malah semakin keras menangis.
Pono sadar dirinya tidak bisa memaksakan istrinya untuk bicara. Karena itu, dipeluknya tubuh Inem dan dielus-elusnya punggungnya.
Nalurinya sebagai seorang laki-laki muncul untuk melindungi perempuan yang juga istri yang baru dua hari dinikahinya.
Baca Juga: Kena Batu Akibat Mokel di Bulan Puasa dan Mengobati Sakit Gigi dengan Cengkih
Pono pun kembali mengingat apa yang diucapkan Inem sebelumnya, "Apakah mas Pono siap menerima kenyataan, kalau Inem bicara jujur?"
"Apa gerangan yang akan disampaikan Inem, sehingga sikapnya sampai seperti ini?" tanya Pono dalam hati.
Cukup lama waktu yang dibutuhkan Inem untuk menenangkan diri. Saat itu sudah menjelang subuh. Pono masih sabar menunggu, apa yang akan diucapkan Inem.
