harianmerapi.com - Semalaman Bu Dirga tidak bisa tidur memikirkan segala kemungkinan, tentang laki-laki yang telah menghamili pembantu Inem. Sepertinya masih menjadi rahasia bagi Inem.
Sudah dipaksa, Inem tetap tidak mau bicara tentang kehamilan. Yang ada malah tangisan memelas, sehingga Bu Dirga ikut merasa trenyuh melihat kondisi gadis lugu yang selama ini menjadi pembantu setianya.
Tak ingin Inem semakin tertekan, Bu Dirga pun tidak melanjutkan interogasinya. Disuruhnya Inem beristirahat agar hatinya tenang lebih dahulu, dengan harapan keesokan harinya bisa diajak berbicara lagi.
Baca Juga: Cerita Horor Bongkar Petilasan Keramat, Tangan Tak Bisa Digerakkan
Karena merenung sampai larut malam, paginya Bu Dirga bangun kesiangan. Bahkan Pak Dirga sudah berpakaian rapi dan siap berangkat kantor.
"Astaghfirullah sudah siang. Kenapa bapak tidak membangunkan Ibu?"
"Tadi Ibu kelihatan nyenyak sekali. Bapak tidak tega membangunkan."
"Bapak sudah sarapan?"
"Tadi bapak lihat di meja tidak ada apa-apa. Nanti bapak sarapan di kantor saja."
Baca Juga: Kebelet Pipis Saat Ujian di Musim Hujan dan Tukang Loper Koran Jatuh di Kubangan Air
Bu Dirga kaget suaminya bilang tidak ada makanan di meja. Itu artinya Inem tidak menyediakan sarapan pagi ini.
Setelah mengantar Pak Dirga berangkat ke kantor hingga gerbang halaman, Bu Dirga segera balik masuk rumah untuk mencari Inem.
Namun tidak ditemukan siapa-siapa. Dibuka pintu kamar Inem, ternyata sudah kosong.
Baca Juga: Ritual Tepung Alam Eling Purwa 2: Bermakna Mengenal Sifat dan Tanda-tanda Alam Sekitar Gunung Merapi
Ada secarik kertas yang ditaruh di atas tempat tidur. Segera diambil dan dibaca Bu Dirga.
"Kepada Bapak, Ibu Dirga, Mas Hendri dan Mbak Lusi. Terima kasih Inem sudah ditampung di rumah ini. Tapi Inem ingin pulang kampung. Maaf tidak bisa pamit langsung dan maaf jika selama ini Inem punya kesalahan."
Begitu punyi tulisan tangan Inem di atas secarik kertas. Semakin bingung Bu Dirga setelah membaca surat itu.