kearifan

Keris tak ada bedanya dengan handphone, lalu syiriknya di mana?

Selasa, 2 Agustus 2022 | 07:45 WIB
Wakil Bupati Bondowoso Irwan Bachtiar (tengah) dan pencinta keris Rachmad Resmiyanto menjadi pembicara pada sarasehan tentang keris yang digelar oleh Paguyuban Tosan Aji Singowulung, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Sabtu (30/7/2022). (ANTARA/Masuki M. Astro)

Tuduhan sebagai perbuatan syirik itu rupanya berangkat dari paradigma sains modern bahwa yang nyata itu hanyalah yang tampak oleh indra, khususnya penglihatan. Sementara masyarakat Nusantara memiliki paradigma bahwa yang tidak tampak oleh indra mata juga sebagai hal yang nyata.

Baca Juga: Keris Sangga Langit dapur pandawa cinarita, tuahnya konon mampu redam kemarahan massa

Karena itu leluhur Nusantara menganggap bahwa semua benda itu hidup, termasuk benda-benda pusaka yang di dalamnya ada keris.

Ini mengingatkan pada kisah pohon kurma yang biasa dijadikan sandaran oleh Nabi Muhammad SAW saat berkhotbah. Ketika Rasulullah SAW memiliki mimbar, pohon kurma tidak lagi dijadikan sebagai sandaran. Suatu hari Nabi mendengar ada tangisan yang ternyata berasal dari pohon kurma itu.

Ketika ditanya oleh Nabi, si pohon kurma menjawab ia menangis karena sedih ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. Tangisan pohon kurma berhenti ketika Nabi memeluknya dan menyampaikan bahwa kelak ia akan bersamanya kembali di surga.

Baca Juga: Keris Buntel Mayit miliki makna wejangan hidup dari filosofi tali pocong

Hikmah dari kejadian ini adalah bahwa pohon pun juga memiliki jiwa, sehingga bisa bersedih dan bahagia. Maka, tidak keliru kalau penyuka keris bertanya, lalu di mana syiriknya berkeris itu?

Mungkin perlu kita telisik lagi apa sebenarnya yang terkandung di dalam keyakinan bahwa keris memiliki tuah. Penjelasan ini juga menunjukkan bahwa keris menyimpan warisan nilai luhur lain dari bangsa kita, yakni kebersamaan. Di dalam sebilah keris mengandung makna kerja bersama.

Keris lahir berawal dari harapan atau dalam bahasa agama sebagai doa. Seseorang, di Nusantara kuno, ingin memiliki keris berbekal sebuah harapan, salah satunya sebagai sarana membentengi diri dari gangguan.

Baca Juga: Ini Ragam Keris Legendaris dari Zaman Majapahit, Nogososro Sabuk Inten hingga Sengkelat dan Condong Campur

Kemudian ia datang ke seorang empu untuk dibuatkan keris. Si empu kemudian menerjemahkan doa si pemesan dengan terlebih dahulu mendekatkan diri kepada Allah, lewat wirid atau dzikir dan puasa. Ia berpantang dengan hal-hal yang tidak baik.

Dengan kebersihan batin, si empu kemudian membuat keris dengan fokus dalam kesadaran keterhubungan dengan Ilahi. Maka, doa-doa si empu yang merupakan doa si pemesan juga, secara energi terpatri dalam keris itu.

Dalam teknologi modern kita mengenal rekaman suara dan gambar yang kemudian bisa diputar ulang. Begitulah teknologi kuno leluhur yang merekam doa atau harapan pada keris. Masyarakat modern saat ini juga meyakini bahwa energi itu kekal dan alam semesta mencatat atau merekam energi itu.

Baca Juga: Keris Naga Liman cocok untuk anak muda, tuahnya konon bisa melancarkan usaha meraih cita-cita

Dalam ilmu-ilmu motivasi modern, kita juga dianjurkan untuk menulis harapan atau impian itu dalam sebuah buku, dengan tulisan tangan. Apa bedanya dengan hal itu dengan doa leluhur yang mengabadikannya dalam keris?

Halaman:

Tags

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB