HARIAN MERAPI - Keris yang bernilai adiluhung, selain Mpu Gandring, keris Kyai Setan Kober di zaman Kerajaan Pajang juga jadi legenda terkait dengan tewasnya Arya Penangsang
Prasasti Poh (904 M) menyebut keris sebagai bagian dari sesaji yang perlu dipersembahkan.
Berdasarkan peninggalan megalitikum dari lembah Basemah Lahat Sumatera Selatan dari abad 10-5 SM
menggambarkan ksatria sedang menunggang gajah dengan membawa senjata tikam (belati) bentuknya menyerupai keris.
Namun kecondongan bilah bukan terhadap ganja tetapi terdapat derajat kemiringan pada hulunya.
Selain itu satu panel relief Candi Borobudur (abad ke-9) yang memperlihatkan seseorang memegang benda serupa keris
tetapi belum memiliki derajat kecondongan dan hulu/deder-nya masih menyatu dengan bilah.
Dari abad yang sama, prasasti Karangtengah berangka tahun 824 Masehi menyebut istilah keris dalam suatu daftar peralatan.
Prasasti Poh (904 M) menyebut keris sebagai bagian dari sesaji yang perlu dipersembahkan.
Walaupun demikian, tidak diketahui apakah keris itu mengacu pada benda seperti yang kita kenal sekarang.
Dalam perkembangannya, penggunaan keris telah membudaya di Nusantara, khususnya di Jawa ketika berbagai kerajaan masih eksis,
yakni dari dinasti Mataram Hindu (Buddha) hingga Mataram Islam di Jawa.
Baca Juga: Keris yang bernilai adiluhng 4: Muncul mitos perang antarkeris, benarkah memang ada?