SAAT Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadirin baru menikah mereka tinggal di istana Kriyan, sebelah timur Putwaganda, Kecamatan Pecangaan, Jepara.
Hal unik yang selalu mereka lakukan saat menghadapi kesulitan dalam memerintah ataupun masalah lainnya adalah mengasingkan diri ke Mantingan.
Ratu Kalinyamat pun senantiasa mengikuti suaminya ketika sedang menyendiri. Karena kebiasaan inilah, Ratu Kalinyamat pun membangun sebuah pesanggarahan di Mantingan di sebelah timur masjid Mantingan.
Baca Juga: Diajak Gadis Cantik ke Alam Gaib, Ternyata untuk Menunjukkan Bahwa Dirinya Jadi Korban Perkosaan
Masjid Mantingan dibangunnya setelah suaminya meninggal bahkan juga meminta Sungging untuk memperindah bangunan itu dengan ukiran-ukiran.
Pendirian masjid Matingan ini membuktikan kebesaran pemerintahan Jepara masa Islama selama berada pada kekuasaan Ratu Kalinyamat.
Sebelum kedatangan Islam, daerah Mantingan ini merupakan tempat keramat, yaitu tempat yang digunakan untuk memuja dewa dan salah satu dari delapan tempat kediaman roh penting di Jawa.
Baca Juga: Kejujuran Membawa Nikmat 24: Saudara Kandung Beda Watak
Cerita lain tempat ini juga dikenal sebagai tempat kediaman pertapaan wanita dari Cemara Tunggal yang menjadi Dewi Laut Selatan yang dikenal juga dengan Nyi Lara Kidul.
Pemantingan ini juga pernah dikunjungi oleh Sunan Kalijaga. Kira-kira seperempat abad kemudian Ratu Kalinyamat mendirikan makam bagi suaminya yang tewas dibunuh Arya Penangsang.
Makam yang dibangun itu juga memiliki banyak keunikan, diantaranya pintu-pintu gerbangnya masih menggunakan bentuk gapura candi betar dan paduraka dengan batu bata merah.
Baca Juga: Gantungkan Cita-cita Setinggi Langit 3: Kesuksesan Anak, Kebanggaan Orangtua
Keunikan lainnya adanya warisan arsitektur gapura dari zaman pra-Islam seperti banyak ditemui di daerah Trowulan, Majakerta atau pada candi-candi di Jawa Timur.
Dahulu, di Desa Kriyan di daerah Purwogondo Kalinyamat Jepara, setiap malam Nisfu Sakban pada penduduk sering mengadakan doa bersama atau disebut juga istighosah dan hal ini selalu diikuti Ratu Kalinyamat.
Suatu sore menjelang malam Nisfu Syaban, Ratu Kalinyamat ke masjid untuk berdoa bersama dan membaca surat Yassin sampai magrib, dan pada malam harinya ketika hendak pulang ke rumah, jalanan sangat gelap. Melihat itu masyarakat sekitar iba dan bergotong royong membuat “oncor” dari kelapa yang masih kecil yang diambil bagian bulatnya dan diberi minyak jarak.