HARIAN MERAPI - Nyadran, tradisi ruwahan untuk mengirim doa pada leluhur kembali digelar warga Padukuhan Jlopo, Pondokrejo, Tempel, Sleman, DIY, Minggu (18/2/2024).
Seperti yang sudah mentradisi, nyadran di Padukuhan Jlopo Pondokrejo Tempel Sleman, berlangsung di kompleks pemakaman umum padukuhan setempat.
Ratusan warga Padukuhan Jlopo hingga puluhan warga dari desa sekitar datang mengikuti tradisi nyadran tersebut.
Baca Juga: Sadisme dukun pengganda uang
Sejak pagi, warga sudah berdatangan sembari membawa nasi berkat yang dikemas dalam keranjang bambu untuk didoakan, dan sejumlah uang infak.
Nasi berkat yang dikemas dalam keranjang anyaman bambu, menjadi ciri khas tradisi nyadran di Padukuhan Jlopo yang sudah berlangsung sejak nenek-moyang.
Seperti yang sudah mentradisi pula, gelar tradisi nyadran di Padukuhan Jlopo Pondokrejo Tempel Sleman diisi dengan tausiyah dan doa tahlil.
Kiai Haji Agus Achmad Khanafi, Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam, Kricakan, Salam, Magelang, mengisi tausiyah tersebut dengan mengingatkan pentingnya mengirim doa untuk leluhur.
Baca Juga: Debat tanpa menyerang, raih simpatik
Kiai kharismatik yang karib disapa Gus Mad ini menyebut, leluhur yang sudah dimakamkan akan merasa senang didoakan.
Menurut Gus Mad, tradisi nyadran ini juga merupakan salah satu cara menjaga nikmat Allah berupa Iman Islam.
"Iman Islam ini adalah bekal utama kita masuk Surga," kata Gus Mad, dalam tausiyahnya.
Lebih jauh diapun menjelaskan, jika ada tiga hal mudah yang bisa dilakukan agar bisa masuk Surga.
Baca Juga: Kalap diputus pacar, ini yang dilakukan
Pertama, adalah membiasakan uluk salam atau mengucapkan salam kepada siapapun yang ditemui. Termasuk ketika masuk rumah dan masuk makam.