harianmerapi.com - Gunung Kuli yang terletak di kaki barat Gunung Merbabu, berketinggian lebih kurang 700 meter di atas permukaan laut.
Di sini hanya ada tiga makam laskar Pangeran Diponegoro yang kini telah ‘dipepetri’ dengan dibangun cungkup sederhana.
Ada kisah-kisah bernuansa mistis terkait dengan keberadaan makam-makam tersebut di gunung ini.
Menurut penuturan Sudjari (70 tahun) sesepuh masyarakat setempat, pada masa perang kemerdekaan Gunung Kuli menjadi tempat mengungsi yang paling aman.
Manakala ada patroli atau serangan serdadu penjajah Belanda yang menuju daerah ini, warga desa setempat bahkan juga dari desa desa lainnya,
Mereka berbondong-bondong mengungsi naik ke gunung ini. Konon, bila ada tembakan meriam dari serdadu Belanda yang mengarah ke gunung ini,
Peluru yang diarahkan ke gunung ini selalu meleset. Bila ada peluru meriam jatuh jatuh di gunung ini peluru itu tidak meledak.
Baca Juga: Ruwahan di Padukuhan Jlopo, Gus Mad Sampaikan 4 Hal Ini Agar Selamat di Alam Kubur
Di mata serdadu Belanda yang berpatroli melewati gunung ini, suasana sekitar Gunung Kuli tampak gelap.
Serdadu Belanda tidak bisa melihat para warga yang mengungsi di sini, sehingga mereka aman.
Nyadran di makam Pangeran Dipokusumo, Pangeran Diposakti dan Raden Ajeng Roro Asih di Gunung Kuli dusun Kadiluwih desa Podosoko Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang diselenggarakan pada hari Ahad Legi tanggal 4 Ruwah 1955 Alip atau 6 Pebruari 2022 Masehi.
Acara nyadran yang merupakan acara religius tradisional untuk menghormati leluhur dan cikal bakal desa dengan mengirim doa di makam ini diselenggarakan pada setiap minggu pertama bulan Ruwah.
Menurut Rosidin, perangkat desa Podosoko, penyelenggaraan Nyadran tahun ini adalah yang ke-20 sejak tahun 2002 yang lalu.