Misteri Sendang Keramat di Dukuh Ngrawan, yang Tiap Jumat Legi Digelar Ritual Nyadran

photo author
- Minggu, 3 April 2022 | 03:30 WIB
Ada anak kecil tenggelam di sendang yang disebut sebagai peringtan karena warga meninggalkan ritual nyadran. (Ilustrasi Pramono Estu)
Ada anak kecil tenggelam di sendang yang disebut sebagai peringtan karena warga meninggalkan ritual nyadran. (Ilustrasi Pramono Estu)

harianmerapi.com - Sebuah sendang keramat terdapat di Dukuh Ngrawan, yang setiap tahun pada hari Jumat Legi diadakan ritual nyadran

Kerap kali tiap Tyas berkenalan dengan orang baru, ia enggan menyebut nama Dukuh tempatnya berasal. Ia akan menjawab dengan nama Desa atau Kecamatan.

Bukan soal tidak mencintai tanah kelahiran tetapi reaksi dan kesan orang baru itulah yang membuat sebal.
"Berarti daerahmu itu rawan ya? Rawan bencana atau apa?"

Baca Juga: Syahrut Tarbiyah, Mendidik Diri dan Umat Selama Bulan Ramadhan

Huft, begitulah kebanyakan tanggapan orang dari luar daerah itu. Maka dengan ekspresi jengkel, Tyas menyangkal.

Jika sempat ia pun akan menjelaskan asal usul penamaan dari Dukuh Ngrawan sebagaimana yang diceritakan kakek.

Ngrawan berasal dari kata rawa. Dahulunya sebelum dihuni manusia, daerah itu berupa rawa-rawa. Namun setelah kedatangan manusia yang bermukim,

berkembang biak dan membentuk peradaban; rawa-rawa yang dahulu menjadi identitas kini hampir sudah tidak ada.

Sisa dari rawa-rawa hanyalah sebuah sendang yang dikeramatkan. Sehari-harinya warga sekitar memanfaatkan mata airnya untuk berbagai keperluan dengan mengedepankan norma yang diyakini.

Baca Juga: Hasil Undian Piala Dunia 2022: Spanyol dan Jerman Huni Grup E, Juara Bertahan Prancis Satu Grup dengan Denmark

Sebab warga desa percaya ada makhluk gaib yang lebih dahulu menghuni sebelum manusia. Karena itu setahun sekali pada hari Jumat Legi diadakan ritual nyadran sendang sebagai perwujudan rasa syukur kepada Yang Maha Esa.

Karena hanya atas rahmat dan karunianya, manusia dan makhluk lainnya dapat hidup selaras.

Inti dari ritual ini adalah bergotong royong membersihkan dan menguras sendang serta kondangan. Setiap rumah membawa nasi ambeng sederhana yang terdiri dari dua macam bahan yaitu nasi dan mie goreng.

Berjalannya waktu, generasi muda dengan paham barunya mulai menjejalkan pemahamannya. Ritual sederhana yang sudah turun temurun dianggap sebagai perbuatan haram.

Ritual pun ditinggalkan. Suatu kali Tyas mengunjungi ibu, di kampung kelahiran. Setelah menikah ia memang tinggal bersama suami, beda Kecamatan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB

Cerita misteri gendruwo ikut ronda mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 21:00 WIB
X