Sejarah Masjid Panembahan Bodho Bantul dari Zaman Sunan Kalijaga, Konon Dibangun dari Kayu Pohon Wijen

- Jumat, 31 Maret 2023 | 07:40 WIB
Masjid Panembahan Bodho di Bantul sekarang bernama Masjid Sabiilurrosyaad.  (Foto: Koko Triarko)
Masjid Panembahan Bodho di Bantul sekarang bernama Masjid Sabiilurrosyaad. (Foto: Koko Triarko)

HARIAN MERAPI - Sejarah Masjid Panembahan Bodho di Padukuhan Kauman, Wijirejo, Pandak, Bantul, ternyata juga menarik untuk diungkap.

Masjid Panembahan Bodho yang terkenal karena masih melestarikan tradisi makan bubur sayur lodeh itu dikenal pula sebagai Masjid Sabiilurrosyaad.

Sebelum berganti nama menjadi Sabiilurrosyaad, Masjid Panembahan Bodho di Bantul ini juga pernah diberi nama Masjid Kauman.

Baca Juga: Doa Mustajab Sunan Kalijaga, Kidung Rumeksa Ing Wengi, Lengkap dengan Terjemahan Bahasa Indonesia

Kisah tutur setempat menyebut Masjid Panembahan Bodho yang semula bernama Masjid Kauman itu dibangun atas perintah Kanjeng Sunan Kalijaga.

Nun diceritakan, Sunan Kalijaga memerintahkan kepada Raden Trenggono untuk membangun masjid di tengah hutan pohon wijen.

Sunan Kalijaga memerintahkan pembangunan masjid itu dengan menggunakan kayu wijen yang besar-besar, pasir, dan batu yang banyak terdapat di kawasan itu.

Baca Juga: Bubur sayur lodeh, menu takjil khas Masjid Panembahan Bodho Bantul, tradisi yang tak pernah lekang oleh zaman

Sekarang, daerah yang banyak batu dan pasir itu menjadi padukuhan bernama Gesikan, yang berarti pasir.

Ketika membangun masjid itu Raden Trenggono menemukan sumber air yang besar. Airnya tak pernah kering dan tak bisa ditutup karena punya saluran bawah tanah yang terhubung dengan Laut Selatan.

Sumber air itu lalu diberi nama Belik Ki Sejalak. Dipercaya, air itu mampu memberi berkah kesembuhan penyakit.

Sementara di dekat sumber air itu terdapat batu yang oleh warga setempat disebut Watu Gilang.

Baca Juga: Doa Mustajab Berbahasa Jawa Warisan Sunan Kalijaga, Kidung Rumeksa Ing Wengi Paling Keramat, Ini Khasiatnya

Batu itu sebenarnya merupakan yoni peninggalan zaman Hindu yang sampai kini tetap dibiarkan di tempatnya semula.

Hal itu menjadi tanda syiar Islam Sunan Kalijaga dan Raden Trenggono tidak dengan memberangus tradisi yang sebelumnya sudah ada.

Halaman:

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X