Jika ditinjau bahwa Grobogan berasal dari kata Grobog, maka dalam ucapnya bisa menjadi "grogol", alat penangkap binatang buas. Seperti di Kota Surakarta ada kampung bernama Grogolan, yang dulu merupakan tempat mengumpulkan harimau hasil perburuan. Maksudnya digrogol atau dikrangkeng. Di perbatasan Kota Surakarta dengan Kabupaten Sukoharjo, juga ada desa Grogol, Kecamatan Grogol, yang merupakan daerah perburuan Sunan Surakarta dan Pajang pada zaman kerajaan.
SEIRING dengan penjelasan tadi, maka Grobogan bisa diartikan sebagai sebuah daerah yang digunakan sebagai daerah perburuan. Ternyata daerah ini memang merupakan daerah perburuan Sultan Demak atau daerah persembunyian para rampok dan penyamun zaman Kerajaan Demak Pajang. Sementara di zaman Kartasura daerah ini menjadi tempat tinggal tokoh-tokoh gagah berani dalam berperang, seperti Adipati Puger, Pangeran Serang, Ng. Kartodirjo, dan lain-lain. Di abad XIX, daerah Grobogan merupakan tempat persembunyian para pahlawan rakyat dalam menentang kekuasaan kolonial Belanda, bersama-sama dengan daerah Sukowati. Daerah ini sangat cocok sebagai daerah persembunyian, karena merupakan hutan jati yang lebat dan berbukit-bukit.
Mengenai versi kedua asal-usul nama Grobogan bisa ditelusuri melalui peristiwa ketika Sunan Kalijaga membawa benda-benda pusaka warisan dari Prabu Brawijaya VII, Raja Majapahit yang kekuasaannya diruntuhkan Raden Patah, Sultan Demak Bintoro. Benda-benda pusaka tersebut diangkut dalam beberapa wadah grobog. Namun ketika dalam perjalanan kembali ke Demak, rombongan Sunan Kalijaga dihadang gerombolan perampok Bango Mampang, yang merupakan penguasa Pegunungan Kendeng bagian barat. Grobog-grobog yang berisi benda-benda pusaka itu mau diminta paksa oleh gerombolan perampok itu.
"Jika ki sanak memang menginginkan grobog ini, silakan saja untuk memilih salah satu," kata Sunan Kalijaga dengan arif bijaksana.
Betapa senangnya para perampok, karena tak perlu susah payah bakal mendapat barang rampokan. Dasar perampok, maka Bango Mampang pun menyuruh anak buahnya untuk memilih grobog yang paling besar dan paling berat. Setelah itu dengan tertawa lebar Bango Mampang memperbolehkan Sunan Kalijaga dan para punggawanya melanjutkan perjalanan.
Namun ketika grobog hasil rampasan itu dibuka, ternyata tidak ada isinya alias kosong. Bango Mampang heran, karena grobog tyadi sudah dipilih yang berat dan besar. Begitu melihat di dalamnya tidak ada apa-apanya, Bango Mampang menjadi marah besar. Ditinggalkan grobog kosong itu begitu saja di tempatntya. Bersama rombongannya Bango Mampang mengejar rombongan Sunan Kalijaga dan meminta grobog lain yang lebih berat.
Sunan Kalijaga tetap tak merasa keberatan. Namun setelah diberikan, Bango Mampang bersama anak buahnya tak mampu untuk mengangkat. Kejadian ini membuat Bango Mampang merasa dipermainkan. Dasar perampok, maka Bango Mampang langsung kalap tak terkendali. Tanpa pikir panjang, Sunan Kalijaga dibabatnya dengan pedang dengan penuh rasa kemarahan yang meluap. Berkali-kali Bango Mampang berusaha melukai Sunan Kalijaga, tapi tidak bisa dan justru ia sendiri yang makin terpuruk.
Merasa kelelahan sendiri Bango Mampang pun menyerah dan akhirnya terjadi kesepakatan damai antara Sunan Kalijaga dengan kelompok Bango Mampang.