harianmerapi.com - Dalam lanjutan cerita syiar Islam Kanjeng Sunan di Kedu, dikisahkan Ki Cakrajaya kemudian menyampaikan niat dan keinginannya bisa berguru dan menimba ilmu agama pada Sunan Kalijaga.
Mendengar niat yang tulus dari Ki Cakrajaya, Sunan Kalijaga bersedia menerimanya sebagai muridnya.
Di tengah pengembaraannya untuk syiar Islam, pada suatu hari Sunan Kalijaga bermaksud akan menunaikan sembahyang ke Mekah.
Baca Juga: Syiar Islam Kanjeng Sunan di Kedu 1: Nira Dicetak Jadi Gula Jawa Berubah Emas
Dia meminta Ki Cakrajaya untuk menunggu di suatu tempat yang ditandai dengan tancapan tongkat bambunya.
Cakrajaya sendika dhawuh, dan dengan taat dan setia menunggu di tempat itu dengan patuhnya.
Konon, Ki Cakrajaya ditinggal Sunan Kalijaga selama tujuh belas tahun.
Begitu lamanya menunggu, tongkat bambu itu tumbuh dan berkembang menjadi hutan bambu yang cukup lebat,
menutupi tempat Ki Cakrajaya duduk bersila menunggu kembalinya sang guru.
Baca Juga: Pemimpin yang Zalim 34: Bapak yang Sudah Duda Bicara pada Anak Soal Soal Rencana Ada Ibu Baru
Ketika Sunan Kalijaga kembali ke tempat itu yang sudah berubah menjadi hutan bambu, Ki Cakrajaya sulit ditemukan.
Agar mudah mencari murid setianya itu, Sunan Kalijaga membakar hutan bambu dan tampaklah Ki Cakrajaya di tengah abu rumpun bambu.
Dia tidak mati tetapi badannya geseng (hangus). Dan sejak saat itu, Sunan Kalijaga memanggil Ki Cakrajaya dengan sebutan Geseng.
Menurut ceritera legenda versi Purworejo, tempat penantian itu di desa Megulung, di daerah Bagelen.
Tetapi menurut legenda versi Yogyakarta, tempat itu ada di desa Muladan yang terletak di Dlingo, Bantul.