harianmerapi.com - Sunan Kudus yang pernah menunjukkan kesaktian di bidang militer, ternyata piawai juga dalam hal berdakwah.
Gaya Sunan Kudus dalam melakukan penyebaran agama Islam, memang mengikuti gaya Sunan Kalijaga, yaitu bersemboyan pada istilah “Tut Wuri Handayani”.
Sunan Kudus tidak pernah melakukan perlawanan keras, melainkan mengarahkan masyarakat secara perlahan.
Cara berdakwahnya juga mengikuti gaya Sunan Kalijaga, sangat tolerans terhadap budaya setempat. Bahkan cara penyampaiannya lebih halus, sehingga para wali menunjuk dirinya untuk berdakwah di Kota Kudus.
Dalam hal adat istiadat, Sunan Kudus tidak langsung menentang masyarakat yang melenceng dari ajaran agama Islam secara keras.
Ia mengajarkan bahwa meminta permohonan bukan kepada ruh, namun kepada Allah SWT. Melalui caranya yang simpatik tersebut membuat para penganut agama lain waktu itu, mau mendengarkan ceramah Islam dari Sunan Kudus.
Kala itu masyarakat Kudus masih banyak yang menganut Hindu. Sunan Kudus pun berusaha memadukan kebiasaan mereka dengan syariat Islam secara halus.
Seperti misalnya, Sunan Kudus menyembelih kerbau bukan sapi, pada saat hari raya Idul Qurban. Itu merupakan bagian dari penghormatan Sunan Kudus kepada para pengikut Hindu yang memandang sapi sebagai hewan yang tak boleh disembelih.
Begitu pun waktu membangun Masjid Kudus, tidak meninggalkan unsur arsitektur Hindu. Bentuk menaranya tetap menyisakan arsitektur gaya Hindu.
Salah satu peninggalan beliau adalah Masjid Raya di Kudus, yang kemudian dikenal dengan sebutan Masjid Menara Kudus.
Di halaman masjid tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah. Menara Kudus merupakan hasil akulturasi budaya antara Hindu-China-Islam, yang sering dikatakan sebagai representasi menara multikultural.
Ada kebiasaan unik Sunan Kudus dalam berdakwah, yaitu acara bedug dandang, berupa kegiatan menunggu datangnya bulan Ramadan.