HARIAN MERAPI - Lukisan imajiner karya Raden Saleh yang menggambarkan suasana penangkapan Pangeran Diponegoro tersimpan di Museum Kamar Pengabdian Pangeran Diponegoro di Magelang.
Sayangnya, kalau diamati ada bagian-bagian lukisan yang ‘kurang pas’ dengan keadaan sebenarnya. Seperti, bentuk pintu kamar perundingan yang di atasnya ada hiasan lengkungan, dalam lukisan tidak ada lengkungan.
Demikian pula panorama latar belakang (sebelah selatan gedung karesidenan) yang dilukiskan ada sebuah gunung, mungkin yang dimaksud Gunung Tidar, bukan gunung Sumbing yang berada di sebelah barat kota Magelang.
Lukisan imajiner suasana Perang Diponegoro karya Dr. Daud Yusuf, foto reproduksinya di pajang di dinding selatan sisi barat.
Lukisan Pangeran Diponegoro menunggang kuda Kyai Gentayu melintas sungai Progo, karya Hendrajasmoko dipajang di dinding sisi utara.
Riwayat perjuangan Pangeran Diponegoro menurut catatan sejarah diawali karena beliau tidak menyukai keangkaramurkaan dan sangat murka melihat keadaan rakyat Mataram yang ditindas oleh penjajah Belanda.
Perang melawan penjajah Belanda pecah pada tanggal 27 Juli 1825. Dengan diikuti para bangsawan keraton yang juga anti Belanda, Pangeran Diponegoro menunggang kuda Kyai Gentayu memimpin lasykarnya menuju ke Selarong.
Dengan semangat pratriotik dan jiwa perjuangan yang membara, Pangeran Diponegoro dan lasykarnya selalu unggul setiap melawan serdadu penjajah Belanda.
Sehingga penjajah Belanda merasa kedodoran dalam menghadapi perajurit Pangeran Diponegoro. Akhirnya, penjajah Belanda mengajak berunding, namun selalu tidak berhasil.
Hari Minggu tanggal 25 Maret 1830, pukul tujuh pagi, Pangeran Diponegoro dengan menunggang kuda Kyai Gentayu pergi ke tempat perundingan di rumah Residen Magelang.
Beliau diikuti isterinya, R.A. Ratnaningsih, putranya R.M. Raab dan Kyai Badarudin sebagai penasehat, serta 100 perajurit bersenjata lengkap.
Baca Juga: Yogya barometer pantomim Indonesia, TBY kembali gelar pergelaran 'Pantomim dan Api Gagasan'
Dalam perundingan perdamaian itu Pangeran Diponegoro tetap teguh pendiriannya yaitu menuntut kemerdekaan negaranya dengan berdasarkan Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa.