HARIAN MERAPI - Jubah Pangeran Diponegoro yang sudah berusia ratusan tahun dan sudah rapuh, warnanya kini tidak putih lagi, diamankan di dalam almari kaca.
Jubah tersebut kini tersimpan di Museum Kamar Pengabdian Pangeran Diponegoro di Magelang.
Jubah yang terbuat dari kain santung Tiongkok inilah yang dikenakan Pangeran Diponegoro ketika berunding dengan Jenderal De Kock.
Ketika beliau ditangkap Belanda, jubah ini diberikan kepada salah seorang menantu Pangeran Diponegoro. Sebelum disimpan di museum ini, jubah tersebut disimpan R.M. Bekel Mangun Suribowo di Yogyakarta.
Benda milik pribadi Pangeran Diponegoro berupa sebuah teko atau poci dengan tujuh buah cangkir keramik buatan Cina juga disimpan dalam almari kaca.
Konon, piranti minum ini digunakan P. Diponegoro ketika berada di Bantul.
Tujuh cangkir ini pada waktu tertentu diisi minuman kegemaran beliau yaitu air mentah, air dlingo bengle, wedang jahe, air matang putih, air dadap srep, wedang teh dan wedang kopi.
Baca Juga: Jamaah Padang Jagad gelar mujahadah, berikut pesan pendiri JTMJP Gus Endar
Di museum ini juga disimpan sebuah ‘amben’ atau bale-bale kayu dengan dasar dari belahan bambu (‘plupuh’ - Jawa), yang dulu sebagai tempat sholat Pangeran Diponegoro ketika berada di Brangkal, Gombong.
Amben ini terakhir disimpan seorang guru agama Islam di Brangkal, Kyai Haji Syafii. Dalam sebuah kotak kaca ada sebuah kitab takrib huruf Arab.
Kitab ini berisi hukum-hukum Islam yang menjadi bacaan Pangeran Diponegoro dalam memimpin lasykarnya melawan penjajah Belanda.
Kondisi kitab ini sudah sangat rapuh dengan pinggiran yang rusak terkikis karena usia.
Disamping benda-benda bernilai sejarah, di museum ini juga dipajang beberapa lukisan. Sebuah lukisan ‘potret diri’ Pangeran Diponegoro ketika berusia 35 tahun dipajang di dinding sisi utara.